BAB I
MORFOLOGI DAN ANATOMI IKAN
1.1 Morfologi Ikan
Morfologi ikan adalah ilmu
yang mempelajaribentuk tubuh serta bagian-bagian (ikan) yang terlihat dari
luar. Ikan adalah hewan air atau hewan akuatik. Ikan termasuk hewan berdarah
dingin atau poikiloterm yang artinya suhu badan ikan tidak tetap tetapi
berubah-ubah tergantung dari suhu keadaan luar/lingkungan.
Bagian-bagian
Tubuh Ikan
Tubuh
ikan tersusun atas tiga bagian yaitu kepala, batang tubuh dan ekor. Tubuh ikan
adalah simetri dua (simetri bilateral) artinya terdiri atas dua belahan yang
sama, apabila tubuh dibelah dua dari kepala ke ekor dengan arah punggung-perut.
Ikan digolongkan ke dalam kelompok hewan vertebrata yaitu hewan yang bertulang
belakang. Berikut merupakan gambar seekor ikan dengan bagian-bagian tubuhnya.
Keterangan:
1.
Rima oris (mulut)
2.
Vovea nasalis (cekung hidung)
3.
Organon visus (mata)
4.
Operculum (tutup insang)
5.
Squama (sisik)
6.
Linea lateralis (gurat sisi)
7.
Pectoral fin (sirip dada)
8.
Ventral fin (sirip perut)
9.
Dorsal fin ( sirip punggung)
10. Anal
fin (sirip dubur)
11. Caudal
fin (ekor)
12. Anal
(anus)
Fungsi
Bagian-bagian Tubuh Ikan
1. Rima
Oris (mulut)
Mulut ikan digunakan untuk menelan dan untuk
memasukkan air dalam pernapasannya. Air
yang mengandung plankton juga mengandung oksigen. Plankton masuk ke dalam
lambung dan oksigen diserap ke dalam insang. Mulut ikan bukan merupakan alat
pencernaan makanan tetapi hanya merupakan salah satu saluran makanan. Mulut
ikan tidak dapat digunakan untuk mengunyah makanan karena rahang atas dan bawah
tidak terikat kuat oleh tulang tengkorak. Hal ini menyebabkan mulut ikan dapat
membuka selebar-lebarnya sehingga mudah memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
Di dalam mulut ikan tidak terdapat kelenjar ludah, namun mengeluarkan cairan
yang berfungsi untuk melicinkan makanan agar makanan mudah ditelan. Di dalam
mulut ikan terdapat gigi yang berfungsi untuk menahan makanan agar tidak
terlepas dan untuk memotong makanan/mangsa.
2. Vovea
nasalis (cekung hidung)
Cekung hidung terletak di atas mulut. Hidung
ikan tidak berlubang dan bersaluran ke rongga mulut. Hidung ini tidak digunakan
untuk bernapas, melainkan untuk alat penciuman yang sangat peka sehingga ikan
mampu mencium makanan yang ada di sekitarnya.
3. Organon
visus (mata)
Mata terletak sebelah-menyebelah kepala. Mata
ikan relatif terbuka lebar. Bola mata tidak tertutup oleh kelopak mata. Mata
berfungsi sebagai alat penglihatan, pada jenis ikan-ikan tertentu mempunyai
penglihatan yang sangat tajam namun pada beberapajenis ikan tertentu mata hanya
berfungsi untuk membedakan gelap/terang.
4. Operculum
(tutup insang)
Operculum (tutup insang) terletak antara
bagian kepala dan batang tubuh. Tutup insang berfungsi melindungi insang dan
membantu mekanisme pernapasan. Hal ini dimungkinkan oleh lembaran tipis pada
tutup insang yang dapat membuka dan menutup celah insang.
5. Squama
(sisik)
Sisik dan kulit ikan berfungsi sebagai alat
perlindungan tubuh dari pengaruh luar. Kulit ikan banyak mengandung kelenjar
lendir.
6. Linea
lateralis (gurat sisi)
Gurat sisi terletak pada sisi tubuh ikan,
memanjang ke belakang. Di dalam gurat sisi terdapat ujung-ujung saraf neromas.
Gurat sisi berfungsi sebagai alat pendeteksi perubahan lingkungan misalnya
perubahan suhu dan kadar garam. Ada jenis ikan yang mempunyai gurat sisi
berbentuk satu garis ada pula yang berupa garis terputus.
7. Pectoral
fin (sirip dada)
Sirip dada melekat di bawah lengkung bahu
tepatnya di belakang kepala. Sirip ini berfungsi untuk gerak maju mundur dan
berperan dalam pergerakan membalik dengan cepat.
8. Ventral
fin (sirip perut)
Sirip perut berfungsi untuk gerakan naik
turun dalam air dan kadang-kadang untuk gerakan meloncat.
9. Dorsal
fin ( sirip punggung)
Sirip punggung
berfungsi sebagai alat keseimbangan dan membantu membelok mendadak. Ikan tertentu
dapat sebagai alat perlindungan, misal sebagai alat sengat atau bisa. Sirip
punggung terletak pada bagian dorsal ikan memanjang ke belakang. Beberapa jenis
ikan memiliki sirip punggung sebanyak 1 (satu) buah dan beberapa jenis yang
lain memiliki 2 (dua) buah sirip punggung.
10. Anal
fin (sirip dubur)
Sirip dubur berfungsi sebagai alat
keseimbangan (membantu sirip punggung) dan juga untuk membantu proses
pengeluaran sisa makanan.
11. Caudal
fin (ekor)
Sirip ekor terletak pada ujung belakang tubuh
ikan yang berfungsi sebagai kemudi dan sebagai alat gerak maju (renang).
12. Anal
(anus)
Anus ikan terletak di depan sirip belakang
yang berfungsi dalam pengeluaran sisa makanan (feses).
1.2 ANATOMI IKAN
Anatomi ikan adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh ikan. Untuk mengetahui bagian dalam ikan, perlu membuka dinding tubuh ikan. Bedah ikan disebut juga seksi. Ikan diletakkan di atas papan bedah yang berlapis lilin. Pada beberapa tempat difiksasi dengan jarum pentul ke lilin agar ikan tidak bergerak. Dengan hati-hati, daging ikan diiris, dimulai dari depan anus sampai ke belakang insang. Kemudian, dari kedua ujung irisan tersebut, diiris ke arah punggung. Otot dilipat ke atas dan difiksasi dengan jarum pentul. Kini bagian dalam tubuh ikan akan tampak.
Keterangan:
1. Rongga
mulut
2. Kerongkongan
3. Duri
sirip punggung
4. Taju
duri sirip
5. Tulang
belakang
6. Rusuk
7. Rusuk
8. Jantung
9. Insang
10. Hati
11. Lambung
12. Usus
halus
13. Usus
buntu
14. Gonad
15. Ginjal
16. Anus
17. Gelembung
renang
1.
Sistem
Rangka
![]() |
Gambar.
Kerangka Ikan
Keterangan:
1. Tulang
punggung bagian depan
2. Tulang
punggung bagian belakang
3. Bagian
ekor
4. Taju
neralis (neual spine)
5. Taju
hemalis (hemal spine)
6. Duri-duri
sirip punggung
7. Duri-duri
sirip dada
8. Duri-duri
sirip perut
9. Duri-duri
sirip anal
Pada klas Pisces, berdasarkan asal
dan proses terbentuknya tulang ikan dibagi menjadi dua macam yaitu tulang rawan
(Elasmobranchi) dan tulang sejati (Teleostei). Masing-masing jenis tulang
tersebut tersusun dalam satu sistem rangka dimana berdasarkan fungsinya, rangka
pada ikan dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
a. Rangka
Axial
Rangka axial meliputi tulang tengkorak,
tulang punggung (tulang belakang) dan tulang rusuk. rangka axial berperan dalam
memberi bentuk tubuh.
b. Rangka
Visceral
Rangka visceral meliputi semua bagian tulang
lengkung insang dan derivatnya. Rangka visceral merupakan tempat melekatnya otot/daging.
c. Rangka
Appendicular
Rangka Appendicular yaitu rangka anggota
badan (sirip) dengan pelekatnya. Rangka appendicular berfungsi untuk melindungi
tubuh.
![]() |
Gambar. Vertebrae (tulang punggung) dari
Perca fluviatilis, A dan B merupakan
vertebrae bagian badan sedangkan C dan D vertebrae bagian ekor
(Harder, W. 1975)
Keterangan:
a.
dorsal spinal process = neurapophysis = neural spine
b. center
or “body” of vertebra
c.
prezygapophysis=neural arch
e.
neural canal
o. centrum
h. hemal canal
t.
ventral spinal process = hemapophysis
2.
Sistem
Otot
Sistem
otot dan rangka pada ikan sangat menentukan dalam pergerakan dan bentuk tubuh.
Secara umum sistem otot ikan dibagi menjadi 3 macam yaitu, otot rangka (striated muscle), otot halus (smooth muscle) dan otot jantung (cardiac muscle).
Otot
ikan berbentuk bulat-bulat disebut miomer. Otot-otot ini mengelilingi tulang
belakang. Antara otot atas dan bawah terdapat selaput yang disebut Horizontal
Skeletogenus Septum (H.S.S). Otot bagian atas disebut epaxial sedangkan bagian
bawah disebut hypaxial.

A B
Gambar. Bagian A menunjukkan irisan
melintang, a) bagian ekor, b) bagian ekor dari ikan mas Cyprinus carpio, sedangkan B menunjukkan susunan lembaran daging (myomer) pada ikan Salmo salar, a) irisan melintang, b) pandangan samping.
3.
Sistem
Pencernaan
Sebagaimana
halnya pada vertebrata yang lain, ikan juga membutuhkan nutrisi untuk
pertumbuhan dan mempertahankan hidupnya.
Makanan termasuk ke dalam alat pencernaan melalui mulut. Setiap species
mempunyai bentuk dan letak mulut yang bermacam-macam sesuai dengan kebiasaan
mencari makanan dan makanannya.
Gigi
dan jari-jari tipis insang terletak dalam rongga mulut. Kedua organ tersebut
sangat membantu ikan dalam mencerna makanan. Pada jenis ikan carnivora, gigi
berperan dalam menyobek dan memotong mangsa. Golongan ikan pemakan plankton, gill filament digunakan sebagai
pengumpul/penyaring plankton sebelum akhirnya melewati oesophagus untuk dicerna dalam lambung.
Oesophagus
pada ikan merupakan pembuluh yang pendek
sehingga kadang-kadang sulit untuk diamati. Tidak ada proses pencernaan
dalam oesophagus, makanan melewati begitu saja menuju lambung. Proses enzimatis
terjadi lebih dominan dibanding proses mekanis pada lambung. Hasil pencernaan
ini disalurkan ke usus dengan diatur oleh pylorus.
Setelah makanan diserap dalam usus akan dikeluarkan melalui anus.
Pada
beberapa jenis ikan yang dilengkapi dengan pyloric
caeca. Panjang pendeknya usus dipengaruhi oleh kebiasaan makanan.
Jenis-jenis ikan Elasmobranchii mempunyai perbedaan usus dengan ikan-ikan
Teleostei.

Gambar. Sistem pencernaan pada ikan Teleostei

Gambar. Sistem pencernaan pada ikan
Elasmobranchi

Gambar. Sistem pencernaan pada ikan Teleostei
Keterangan:
- Kerongkongan
- Lambung
- Hati
- Kandung empedu
- Kelenjar pankreas
- Limpa
- Usus
- Anus
- Gelembung renang
4.
Sistem
Peredaran Darah
Pada ikan, sistem peredaran darahnya sangat
sederhana dibandingkan vertebrata lainnya. Alat peredaran darah yang penting
pada ikan adalah jantung (sebagai pemompa darah) dan pembuluh darah (sebagai
pipa penyalur darah). Jantung ikan terletak antara kepala dengan badan sebelah bawah.
Bagian
jantung paling bawah disebut sinus
venosus sebagai ruang penerima darah dari seluruh tubuh. Selanjutnya
disebut atrium, berbanding lebih
tebal dari sinus venosus. Bagian depan atrium mempunyai katup untuk mencegah
agar darah yang keluar dari ruang tersebut tidak kembali. Ventricle merupakan ruang di depan atrium yang mempunyai dinding
paling tebal dan selalu berdenyut memompa darah ke seluruh tubuh, bagian ini juga
dilengkapi katup pada bagian depannya.
Menurut
besarnya, pembuluh darah ikan dibagi 2 (dua) golongan yaitu:
a) Pembuluh
darah vena utama dan pembuluh darah arteri.
b) Pembuluh
darah cabang yaitu pembuluh darah yang menyalurkan darah dari jantung ke kulit,
otot, otak, saluran pencernaan dan sebagainya.
Peredaran
darah ikan dikatakan sebagai peredaran darah tunggal karena dalam 1 (satu) kali
peredarannya, darah ikan hanya 1 (satu) kali melewati jantung.

Gambar. Jantung dari ikan Perca fluviatilis dari pandangan samping

Gambar. Jantung Ikan
Keterangan:
1. Sinus
venosus
2. Atrium
(serambi)
3. Ventricle
(bilik)
4. Truncus
arterious (bonggol arteri)
5. Lengkung
insang
6. Nadi
punggung
5.
Sistem
Urogenital
Sistem
urogenetalia merupakan gabungan dari sistem ekskresi (urinaria) dengan sistem genetalia. Sistem urinaria terdiri dari
sepasang ginjal yang terletak di sebelah dorsal rongga perut di bawah vertebrae
berikut saluran-salurannya. Ginjal dapat berupa pronephros yang berhubungan dengan rongga abdomen, sedangkan mesonephros yang tidak berhubungan
rongga abdomen merupakan salah satu alat pengeluaran hasil metabolisme. Saluran
dari ginjal adalah ureter yang
masing-masing terletak di sisi rongga abdomen sebelah dorsal menuju posterior,
bertemu di kantong urine sebelum dikeluarkan
melalui urethra di porus
urogenetalia.
Sistem
genital jantan terdari dari sepasang testis yang terletak di sebelah ventral vesica natatoria, vasa efferent di dekat oesophagus yang mengalirkan sperma, sinus urogenital untuk mengalirkan
sperma dan ductus spermaticus yang
membesar di belakangnya, yang bersatu pada vesica
seminalis sebagai kantung penyimpan sperma, sinus urogenetalia untuk mengeluarkan sperma melalui porus urogenetalia.
Selain
genital betina pada ikan Teleostei terdiri dari sepasang ovarium yang terletak
sebelah ventral oviduct atau saluran
telur yang ujungnya bersatu, berakhir pada porus
urogenetalia. Pada ikan elasmobranchi, ovarium tunggal, oviduct terletak
kira-kira sekitar oesophagus, dan ujung oviduct menyempit, terdapat uterus,
tempat penyimpanan telur yang sudah dibuahi.

Keterangan:
1. Testicular
tissue
2.
Ovary
3.
Sperm duct
4.
Oviduct
5.
Ostium tubae
6.
Uterus
7.
Albumin and shell-gland of oviduct
8.
Seminal vesicle
9.
Mesorchium
10.
Mesovarium
11.
Ampullae of testis
12.
Central canal of testis/rate testis
13.
Vasa efferentia
14.
Longitudinal sperm duct
16.
Pronephros
17.
Pars sexualis of opisthonephros
18.
Pars renalis of opisthonephros
20.
Ureter
Gambar. Diagram hubungan antara ginjal dan gonad pada ikan Elasmobranchi, sebelah kiri betina dan sebelah kanan jantan


Gambar.
Kelenjar kelamin dan kelenjar ekskresi
Keterangan:
1. Ginjal
2. Ovarium
3. Saluran
telur (oviduct)
4. Kelenjar
kelamin jantan
5. Ureter
6. Kandung
kencing
6.
Sistem
Syaraf
Syaraf
merupakan organ yang paling tinggi spesialisasinya dibanding organ lain. Pada ikan masih embrio,
organ yang pertama kali berkembang secara sempurna adalah otak. Otak ikan
dewasa lunak, berwarna putih keabu-abuan
dan dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras dan kuat. Secara garis besar
otak dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
- Procencephalon (bagian muka) ----------- Telencephalon
----------- Diencephalon
- Mesencephalon
(bagian tengah)
- Rhombencephalon
(bagian belakang) ----------- Lencephalon
----------- Myelencephalon
Organ syaraf pada golongan ikan
bertulang rawan (Elasmobranchi)
berbeda dengan golongan ikan bertulang sejati (Teleostei). Pada ikan hiu, bagian lobus olfactorius lebih besar dibandingkan dengan lobus opticusnya demikian sebaliknya
pada jenis ikan Teleostei. Hal inilah yang menyebabkan bahwa indra pembau ikan
hiu lebih peka dibandingkan dengan indra penglihatannya

A B
Gambar.
Pomotongan membujur dari otak ikan, A: Elasmobranchi dan B: Teleostei
Keterangan:
1. Bulbus
olfactorius 9.
Plica ventralis
2. Hemisphere
of telencephalon 11. Saccus vasculosus
3. Epiphysis 12. Hypophysis
4. Roof
of mesencephalon 13.
Infundibulum
5. Metencephalon 14. Chiasma
of optic nerve
6. Valvula
cerebelli 15.
Diencephalon
7. Roof
of myelencephalon 16.
Basal ganglion and pallium of
teleostei
8. Lobus
impar 21. Commissura rostraliss
BAB II
Identifikasi dan Klasifikasi Ikan
2.1
Identifikasi
Ikan
Identifikasi
berasal dari kata “to identity” (Inggris), yang artinya kurang lebih memberikan
gambaran tentang identitas suatu hal atau dapat pula diartikan menerangkan
identitas tentang suatu jasad. Identifikasi dimaksudkan sebagai suatu usaha
manusia untuk mempelajari, meneliti menguraikan dan menganalisa identitas dari
seekor ikan sehingga dengan demikian dapat menentukan sifat atau ciri-ciri ikan
tersebut dan pada akhirnya menentukan nama ilmiah dari ikan yang diidentifikasi
tersebut.
Identifikasi
dilakukan berdasarkan sifat meristik, seperti jumlah jari-jari sirip, jumlah
sisik atau jumlah vertebrae dan sebagainya. Sifat morfometrik, yaitu ukuran
atau perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh. Dari sifat meristik dan
morfometrik yang diperoleh didapat keterangan-keterangan yang penting untuk
mengenal nama jenis dan klasifikasi ikan contoh dengan menyesuaikan keterangan
sifat yang diperoleh dengan sifat-sifat yang dijelaskan dalam buku-buku
identifikasi ikan.
Untuk
mempermudah penentuan jenis dan klasifikasi digunakan beberapa istilah dari
sifat-sifat meristik dan morfometrik yang seragam sebagai berikut:
a.
Sirip
Pada
pokoknya bentuk sirip ikan ada dua macam yakni sirip tunggal seperti sirip
ekor, sirip punggung dan sirip dubur, serta sirip berpasangan seperti sirip
dada dan sirip perut. Berdasarkan letaknya sirip ikan diberi nama dan dilambangkan dengan huruf awal dari mana
sirip tersebut. Misalnya, P (sirip pectoral = sirip dada), A (sirip anal =
sirip dubur).
b.
Jari-Jari
Sirip
Jari-jari
sirip ikan terdiri dari 3 jenis yang dapat dilihat secara visual dengan
menggunakan loupe atau mikroskop, yakni:
- Jari-jari
keras, berbentuk seperti duri, tajam keras, tidak berkuku, tidak beruas dan
pejal. Dalam penulisan jumlahnya dinyatakan dengan angka romawi besar.
- Jari-jari
lunak dari aspek lateral terlihat ada sebagian vertikal-simetris, berbentuk
seperti tulang rawan, dapat dibengkokkan, berbuku-buku, beruas-ruas. Dalam
penulisan jumlahnya dinyatakan dengan angka arab atau angka biasa.
- Jari-jari
lunak mengeras, berbentuk lateral seperti duri yang sisi posterior atasnya
bergigi halus, bentuk frontal terdiri dari 2 bagian vertikal, simetris. Tidak
keras, tidak bercabang serta beruas-ruas. Dalam penulisan jumlahnya dinyatakan
dengan angka romawi kecil.
Rumus sirip yaitu suatu rumus yang menggambarkan
bentuk-bentuk dan jumlah serta bentuk jari-jari sirip. Menghitung jari-jari
sirip yang berpasangan dilakukan rumus pada sirip yang terletak pada sisi
sebelah kiri. Cara penulisan rumus sirip adalah:
- Tulis
lambang dari sirip yang dimaksud, misal D
- Tulis
jumlah jari-jari sirip yang terdapat, berturut-turut jari-jari keras, lunak
mengeras, dan lunak di belakangnya
sesuai dengan aturan penulisan. Contoh: D IV.iii.7.
- Jika
dari sejumlah sampel ikan jumlah jari-jari sirip bervariasi, dapat ditulis
jumlah paling sedikit dan paling banyak. Contoh: D III-IV.iii - iv. 9 - 10.
- Jika
jenis ikan tersebut memiliki 2 sirip dorsal dapat ditulis;D1 VI.ii.D2i.
8-10.
c.
Garis
Rusuk Lateral dan Garis Rusuk Tranversal (linea lateralis dan linea
tranversalis)
Pada
sisi lateral ikan terlihat adanya satu atau lebih garis memanjang, melengkung
ke atas atau ke bawah, lengkap atau terputus, yang dibentuk oleh barisan sisik
berpori dan dikenal sebagai linea lateralis (ditulis L1 atau LL).
Perhitungan
sisik pada linea lateralis ini dimulai dari ujung anterior tutup insang
terbelakang dan berakhir pada bagian caudal peduncle atau pangkal batang ekor.
Jika ada lebih dari satu linea lateralis
maka yang dihitung adalah yang terletak di tengah, seandainya linea
lateralis tidak jelas atau tidak ada maka dihitung jumlah sisik ditempat
biasanya garis rusuk itu berada. Jumlahnya ditulis dengan angka arab (angka
biasa). Contoh penulisannya:
LL30-32
(LL terdiri dari 30 - 32 sisik)
LL
18-20; 12 -14 (jika LL terputus) berarti LL terdiri dari 18 - 20 sisik berpori
di bagian anterior dan sebanyak 12-14 sisik berpori di bagian posterior yang
terputus dengan bagian anteriornya.
Selain
linea lateralis, sifat lain yang penting adalah garis rusuk tranversalis
(ditulis Ltr) yang menunjukkan jumlah barisan sisik yang terletak dibagian
dorsal ventral (atas-bawah) linea lateralis. Menurut Weber da de Beaufort Ltr
dihitung dengan cara menarik sebuah garis lurus
searah miringnya barisan sisik vertikal mulai dari anterior dasar sirip
dorsal ke arah ventral hingga perut. Apabila garis ini mulai dasar sirip perut
maka jumlah sisik Ltr di bawah sisik berpori dihitung dengan menarik garis
lurus dari anterior dasar sirip dubur ke arah dorsal. Sisik dibagian dorsal
ataupun ventral biasanya mencakup kedua sisi tubuh, sehingga dalam penulisan
bagian ini dianggap mempunyai 0,5 sisik. Contoh: Ltr 4,5. 1. 5,5 artinya linea
tranversalis terdiri dari 4,5 buah sisik dorsal-tranversal (antara bagian
dorsal sampai titik berpori), 1 buah sisik berpori dan 5,5 buah sisik ventral-tranversal
(barisan sisik antara sisik berpori sampai bagian ventral).
d.
Sifat
Morfometrik
Menunjukkan
ukuran perbandingan dari ukuran bagian-bagian tubuh, yang bersifat
karakteristik. Bagian tubuh yang diukur yaitu:
1. TL (total length) : panjang total tubuh, jarak antara bagian
teranterior kepala
sampai bagian terposterior dari
caudal.
2. FL (Forket Lenght) : jarak antara bagian teranterior
kepala dengan lekukan ekor
(bila caudal ikan tersebut forked).
3. SL (Standart Length) : jarak antara bagian teranterior
kepala dengan pangkal ekor
(batas terakhir ekor dapat digerakkan).
4. PreDL (pre Dorsal Length) : jarak antara bagian teranterior kepala sampai
bagian
anterior dasar sisrip
dorsal.
5. OrbL (Orbital Length) : jarak antara kedua bagian terluar
kelopak mata.
6. EyeL (Eye Length) : garis tengah dari rongga mata.
7. CPedL (Caudal Peduncle L)
: jarak antara pangkal ekor dengan bagian terposterior
dasar sirip anal.
8. Panjang Rahang Atas : panjang bagian atas rahang ikan.
9. Panjang rahang Bawah : panjang bagian bawah rahang ikan.
10. HdL (Head Length) : jarak antara bagian teranteroir
kepala dengan bagian
terposterior operculum.
11. Sntl (Snout Length) : jarak antara bagian teranterior
kepala dengan bagian
teranterior kolopak mata.
12. Post Orbital Length : jarak antara bagian kelopak mata
terposterior dengan
bagian operculum terposterior.
13. Tinggi Kepala : jarak terbesar antara
dorsal dan ventral bagian kepala.
14. Tinggi Badan : jarak terbesar antara
dorsal dan ventral bagian tubuh ikan.
15. Tinggi pipi : jarak antara rongga
mata dengan bagian teranterior
operculum.
16. Tinggi Bawah Mata : jarak antara kolopak mata bawah
dengan rahang bawah.
17. Tinggi kepala/Badab : jarak terbesar penampang ikan pada
bagian kepala/badan.
18. Panjang Dasra Sirip D/A : jarak antara pangkal jari-jari pertama dan
tempat selaput
sirip di belakang jari-jari terakhir bertemu dengan badan.
Jarak ini diukur mulai dasar sirip.
19. Tinggi Sirip D/A : panjang terbesar menurut arah jari-jari
sirip dari pangkal
ke ujung sirip.
20. Panjang Sirip P/V : panjang terbesar menurut arah
jari-jari sirip dari ujung
sampai pangkal.

Gambar. Pengukuran morfometrik
dalam identifikasi ikan
e.
Bentuk
Tubuh
Ikan
tergolong hewan nektonik, dimana pergerakannya tidak tergantung arus
sebagaimana yang terjadi pada hewan-hewan plantonik. Penyesuaian terhadap
lingkungan hidupnya sangat jelas terlihat dari bentuk tubuhnya. Secara umum
bentuk tubuh ikan dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu: compressed,
depressed, truncated, attenuated dan torpedo (Gambar). Beradasarkan bentuk
tubuh, kita dapat memperhatikan habitat, jenis makanan dan kebiasaan hidupnya. Ikan-ikan
perenang cepat biasanya mempunyai bentuk tubuh torpedo, misalnya tuna (Thunnus spp).

Gambar. Macam-macam bentuk
tubuh ikan
(A)
dan (B) predator aktif, (C) predator tak aktif, (D) ikan pelagis, (E) ikan
demersal, (F) ikan perekat di dasar, (G) flatfish, (H) ikan berekor panjang,
(I)ikan beebadan bulat,
(J)
ikan seperti belut
f.
Gigi
Gigi
merupakan alat bantu pencernaan secara mekanis. Tipe gigi sangat menentukan
kebiasaan makan (feeding habits) dan
kebiasaan makanan (food habits) pada
ikan. Ikan yang mempunyai tipe gigi
canine biasanya merupakan jenis ikan predator/pemangsa dan memakan daging
(misalnya Psettodes erumei).
Banyak
dari para ilmuwan membagi tipe gigi pada ikan. Menurut May dan Maxwell (1986) dalam Kottelat et al., (1993), tipe gigi pada ikan dibedakan menjadi 6 yaitu (a)
tricuspid, (b) conical, (c) canine, (d) incisor, (e) viliform dan (f)
molariform (Gambar). Selain ke enam tipe gigi tersebut di atas pada beberapa
ikan dilengkapi dengan gigi tambahan di antaranya gigi langit-langit (palatine teeth), gigi pharinx (pharingeal teeth) dan gigi vomer. Pada
jenis ikan-ikan tertentu memiliki lebih dari satu tipe gigi.

Gambar. Enam tipe gigi menurut May dan
Maxwell (1986)
(Kottelat,
M., A. J. Whitten., S. N. Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo)
g.
Ekor
Ikan
Bentuk-bentuk
ekor ikan ditentukan oleh beberapa ruas tulang punggung yang paling belakang.
Bentuk dasar ekor ikan terdiri dari empat macam, sedangkan bentuk-bentuk ekor
yang lain sangat banyak jumlahnya yang merupakan variasi dari bentuk dasar. Bentuk
ekor ikan sebagai berikut:
1. Protocercal
Bentuk ekor runcing dan simetri antara bagian atas dan
bawahnya. Ruas-ruas tulang punggung tidak mendapat perubahan bentuk, ruas
terakhir mencapai ujung ekor.
2. Diphycercal
Bentuk ekor sama dengan protocercal, hanya saja ruas
terakhir tulang punggung tidak mencapai ujung ekor.
3. Heterocercal
Bentuk ekor tidak simetri dimana bagian atas ujung ekor
malengkung ke atas dan disokong oleh ruas tulang punggung, bagian bawah ujung
ekor lebih pendek dan hanya disokong oleh beberapa jari-jari sirip ekor.
4. Homocercal
Bentuk ekor simetri, dimana bagian atas sama dengan
bagian bawah dan disokong oleh jari-jari sirip ekor. Beberapa ruas tulang
punggung terakhir mengalami perubahan bentuk dan terdapat beberapa tulang
tambahan.
h.
Sisik
Ikan
Sisik
merupakan kepingan tulang yang tipis, kuat dan melekat/menempel pada kulit
(dermis). Sisik disebut juga sebagai kerangka dermis. Menurut bentuk dan
matrial (bahan) yang terkandung di dalamnya ada lima macam sisik yaitu:
1. Sisik
Cosmoid
Lapisan luar dari sisik ini dilapisi semacam enamel yang dinamakan ficrodentino dan lapisan di dalamnya
dinamakan cosmino. Di bawah lapisan
cosmino terdapat lapisan yang disebut dengan isopedine yang materialnya terdiri dari substansi tulang. Di dalam isopedine
terdapat banyak pembulu. Sisik semacam ini sudah jarang didapat karena hanya
dipunyai oleh jenis ikan-ikan purba.
2. Sisik
Ganoid
Sisik ini berbentuk segi empat (belah ketupat) dimana
bagian luarnya dilapisi genoine.
Letaknya sedemikian rupa sehingga seolah-olah menempel pada epidermis,
contohnya terdapat pada ikan pari.
3. Sisik
Placoid
Bentuknya seperti duri, ada yang bulat, ada yang bujur
sangkar. Bagian luarnya dilapisi enamel yang membungkus lapisan dentine. Di dalam lapisan dentine
terdapat saluran kecil (canaliculi).
Sisik ini tersusun merebah kebelakang pada permukaan tubuh,
sehingga bila diraba dari depan ke belakang terasa halus dan sebaliknya bila
diraba dari belakang ke depan akan terasa kasar. Sisik placoid ini terdapat
pada ikan cucut (Hemi galeus).
4. Sisik
Cycloid
Sisik ini berbentuk agak bulat, tipis/pipih dan
transparan, pada bagian belakang terdapat tanda lingkaran dan tepinya halus.
Sisik ini pada permukaan tubuh ikan tersusun seperti susunan genteng.
Sisik cycloid terdapat pada ikan yang
bertulang sejati (Teleostei) yang
mempunyai jari-jari sirip lemah. Contoh ikan yang terdapat sisik cycloid adalah
ikan mas dan ikan tambakan.
5. Sisik
Stenoid
Sisik stenoid berbentuk segi empat/hampir sama dengan
sisik cycloid, akan tetapi di bagian belakang sisik ini berduri (Steneai). Susunan sisik pada permukaan tubuh ikan sama
dengan sisik cycloid.
Sisik stenoid umumnya terdapat pada ikan bertulang keras yang
mempunyai jari-jari sirip keras. Contoh ikan yang bersisik stenoid adalah ikan layang
(Decapterus Sp.)
Sisik ikan berfungsi sebagai alat untuk melindungi tubuh dari
pengaruh luar, akan tetapi tidak semua ikan mempunyai sisik, yaitu ikan sidat,
patin, lele dan belut. Ikan yang tidak bebrsisik, tubuhnya dilapisi dengan
lendir yang tebal. Lendir ikan ini semacam zat glucoprotein yang bernama mucin,
yang dikeluarkan oleh lapisan epidermis. Apabila zat ini bersentuhan dengan air
maka akan berubah menjadi ledir
2.2
Klasifikasi
Ikan
Untuk
mempelajari secara keseluruhan makhluk hidup di muka bumi diperlukan pengertian
tentang klasifikasi. Klasifikasi tidak hanya menempatkan makhluk hidup (organisme)
pada kelompok-kelompok atau kelas-kelas tertentu saja, tetapi juga menempatkan
menurut aturan tertentu. Penyusunan dilakukan secara teratur dari yang sederhana
ke yang komplek, dari yang derajat rendah ke semakin tinggi, sehingga
klasifikasi juga disebut sistematika (systematic).
Nama
Lokal (local names) yaitu pemberian
nama tumbuhan atau binatang pada suatu tempat. Pemberian
nama yang lain yang diperlukan dalam bidang ilmu biologi disebut nama ilmiah (scientific names) yang disebut sistem
binomial. Pertama kali yang menggunakan adalah Carolus Linnaeus (1707-1778).
Beliau adalah orang Swedia yang memiliki nama asli Carl Von Linne dan dalam
Bahasa latin menjadi carolus Linnaeus. Sistem binomial ini juga dikenal dengan
sistem Linnaeus.
Sistem
binomial adalah cara dalam memberi nama-nama kepada species tumbuhan atau
binatang tertentu. Tiap nama terdiri dari 2 (dua) kata. Kata pertama merupakan
nama genus yang penulisannya diawali dengan huruf besar, sedang kata kedua
menunjukkan nama species yang penulisannya diawali dengan huruf kecil, contonya
Chanos chanos (bandeng), Mugil cephalus (belanak), Cyprinus carpio (ikan mas) dan Macrobranchium rosenbergii (udang galah).
Dalam
kondisi species masih terbagi lagi menjadi sub species maka nama menjadi 3 (tiga)
suku kata yang disebut trimonial. Dalam penulisan nama ilmiah, apabila semua
tertulis tegak, maka pada nama ilmiah harus digaris bawah. Namun apabila dapat
ditulis condong/miring tapa garis bawah.
Dengan
diterimanya teori evolusi, ahli botani dan ahli zoologi mencoba membuat sistem
klasifikasi berdasarkan hubungan kekeluargaan dan menempatkan organisme dalam
kelompok tunggal yang mempunyai hubungan dalam asal-usul evolusinya. Sehingga
dengan demikian klasifikasi juga disebut taksonomi (taxonomy). Klasifikasi modern dari organisme adalah serupa dengan
salah satu dasar Linnaeus, pada logika persamaan struktur.
Unit
dasar klasifikasi untuk tumbuhan dan binatang adalah species. Species
didefinisikan sebagai populasi individu yang sama, seperti mempunyai struktur
dan fungsi yang karakteristik, bekerjasama dalam pembawaan keturunan dan
mempunyai nenek moyang yang sama.
Beberapa
spesies sekeluarga dikelompokkan bersama-sama pada unit takson yang lebih
tinggi yaitu genus. Genus sekeluarga membentuk familia, beberapa familia
membentuk ordo, beberapa ordomembentuk klas, beberapa klas membentuk phylum.
Phylum biasanya digunakan untuk binatang sedangkan untuk tumbuhan disebut Divisio.
Tingkatan takson tertinggi adalah kerajaan/kingdom.
BAB III
Food Habits dan Feeding Habit
3.1
Food
Habits
Maksud
mempelajari tabiat makanan ikan (food
habits) ialah menentukan gizi alamiah ikan itu. Dengan mengetahui tabiat
makanan ikan dapat dilihat antar hubungan ekologi di antara organisme di
perairan itu. Misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan.
Jadi, makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan
dan kondisi ikan. Sedangkan macam makanan satu species ikan biasanya bergantung
kepada umur, tempat dan waktu.
Satu
species ikan yang ketika diambil contoh makanannya dapat saja berbeda dengan
waktu yang lain walaupun pengambilannya dilakukan pada tempat yang sama. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh perubahan suasana lingkungannya. Makanan ikan
pada suatu tempat di musim panas akan berbeda dengan makanan ikan di tempat
yang sama pada musim dingin. Demikian pula ikan yang sama speciesnya tetapi
berbeda umurnya dapat saja berbeda makanannya. Jadi perubahan makanan suatu
species ikan adalah hal yang wajar.
Dasar
dari studi tabiat makanan ialah mempelajari isi dari alat pencernaan
makanannya. Hasil dari studi ini dapat diketahui apakah ikan itu sebagai
pemakan plankton, ikan buas, bentuk makanan pokoknya serta kesukaan yang
lainnya.
Pencernaan
makanan adalah proses pengolahan makanan melalui mekanisme fisik dan kimiawi
sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap dan diedarkan keseluruh tubuh
melalui melalui sistem peredaran darah.
Pencernaan
secara fisik dimulai di rongga mulut, sedangkan pencernaan kimiawi dimulai di
bagian belakang. Pencernaan ini selanjutnya disempurnakan di usus.
Nilai
kecernaan suatu bahan makan pada ikan menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna
suatu makanan dan kualitas makanan yang dikosumsi oleh ikan.
Tingkat kecernaan adalah banyak zat pakan yang dapat diserap di dalam pencernaan ikan dari pakan yang diberikan. Beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat kecernaan antara lain adalah komposisi makanan,
protein, lemak, penyimpanan makanan, jenis hewan atau ikan serta jumlah
makanan.
Aktivitas
makan pada ikan berhubungan erat dengan selera makan yang akan menentukan
jumlah pakan yang dimakan. Dalam proses pencernaan, tidak semua pakan yang
dimakan dapat dicerna dengan baik sebab pada kenyataannya selalu ada bagian
yang tidak dapat dicerna. Bagian tersebut akan dikeluarkan dari tubuh ikan
dalam bentuk feses.
Beberapa
metode yang dapat dipakai untuk mempelajari tabiat makanan ikan, meliputi
penentuan secara kualitatif dan kuantitatif adalah sebagai berikut:
1. Metode
jumlah
Menjumlah
semua organisme yang ada dalam alat pencernaan, kemudian dibandingkan satu di antara
yang lain.
2. Metode
frekuensi kejadian
Secara
prinsip sama dengan metode jumlah, namun ikan yang perutnya kosong juga diperhitungkan
dan dinyatakan dalam persen.
3. Metode
perkiraan tumpukan dengan persen
isi
alat pencernaan ikan diukur dahulu dengan menggunakan teknik pemindahan air.
4. Metode
volumetrik
Perhitungan
jenis makanan berdasarkan volume makanan ikan yang berada di alat pencernaan.
5. Metode
gravimetrik
Penentuan
berdasarkan berat dari masing-masing organisme.
6. Penentuan
indeks relatif penting (IRP)
Untuk
mengevaluasi hubungan bermacam-macam makanan yang telah dimakan ikan dengan
menggabungkan metode jumlah, volumetrik dan frekuensi kejadian.
7. Penentuan
indeks Preponderance
Untuk
mengevaluasi hubungan bermacam-macam makanan yang telah dimakan ikan dengan
menggabungkan metode frekuensi kejadian dan volumetrik.
8. Penentuan
indeks pilihan
Mengetahui
kebiasaan makanan ikan berdasarkan pemilihan makanan oleh ikan pemangsa.
9. Sampling
dasar perairan
Mempelajari
kebiasaan makanan suatu species ikan dengan data organisme yang hidup di dasar
perairan yang mungkin menjadi makanan ikan tersebut baik secara kualitatif
maupun secara kuantitatif.
10. Teknik
menghitung plankton
Mempelajari
kebiasaan makanan ikan dengan menghitung plankton yang berasal dari dalam
perairan.
3.2
Feeding
Habits
Kebiasaan
makan (feeding habits) suatu jenis
ikan mencakup dua hal, yaitu jenis-jenis makanan dan cara makan dari ikan
terkait. Pemahaman mengenai feeding
habits memiliki arti penting untuk memberikan jenis makanan yang cocok dan
disukai ikan sehingga makanan tersebut dapat termakan.
Pengetahuan
mengenai jenis-jenis makanan ikan sangat penting karena dengan pengetahuan ini
dapat dibuat makanan yang sesuai dengan sifat-sifat alami ikan yang
bersangkutan. Secara alami, makanan ikan dapat dibedakan menjadi 5 macam
golongan yaitu makanan nabati, makanan hewani, makanan campuran nabati dan
hewani, plankton serta detritus.
1.
Makanan
Nabati
Makanan nabati adalah makanan yang berupa
bahan tumbuh-tumbuhan berukuran besar (makroskopik) yang mudah dilihat secara
kasat mata. Ikan yang makanannya berupa bahan-bahan nabati ini disebut ikan
herbivora atau ikan vegetaris.
Beberapa contoh jenis-jenis ikan herbivora
atau vegetaris antara lain tawes (Puntius
javanicus), sepat siam (Trichogaster
pectoralis), bandeng (Chanos chanos),
gurami besar (Osphronemus gouramy)
dan baronang (Siganus javus).
2.
Makanan
Hewani
Makanan hewani adalah makanan yang berasal
dari bagian-bagian hewan makroskopik atau makanan yang berdaging. Ikan-ikan
yang makan bahan hewani dinamakan ikan karnivora atau ikan pemakan daging.
Kelompok ikan tersebut sering juga dinamakan ikan buas.
Beberapa contoh ikan karnivora antara lain
gabus (Ophiocepahalus striatus),
betutu (Oxyeleotris marmorata), sidat
(Anguilla spp.), oskar (Astronotus ocellatus), kerapu (Epinephelus sp.), belut sawah (Monopterus albus), kakap putih (Lates calcarifer).
3.
Makanan
Campuran
Makanan campuran adalah makanan yang terdiri
dari bahan nabati dan hewani. Ikan yang suka menyantap makanan campuran disebut
ikan omnivora (ikan pemakan segala atau pemakan campuran). Beberapa contoh ikan
omnivora antara lain ikan mas tombro (Cyprinus
caprio) , maskoki (Carassius auratus), mujair (Tillapia mossambica) dan lele (Clarias batrachus).
4.
Plankton
Plankton adalah organisme yang hidup
melayang-layang di dalam air, gerakannya pasif, dan hanya mengikuti arah arus
karena tidak mampu untuk melawan gerakan air. Secara biologis plankton terdiri
dari dua macam golongan, yaitu plankton nabati atau plankton tumbuh-tumbuhan
(fitoplankton) dan plankton hewani atau plankton binatang (zooplankton). Ikan
yang makanan utamanya plankton disebut pemakan plankton atau plankton feeder.
Beberapa contoh ikan pemakan plankton antara lain tambakan (Helostoma temminckii) dan ikan layang (Decapterus russeli).
5.
Detritus
Detritus adalah kumpulan bahan organik yang
telah hancur dan terdapat di dalam air. Jika di darat, hancuran bahan organik
berasal dari tumbuh-tunbuhan maupun dari hewan, seperti alga, bakteri,
cendawan, protozoa, kotoran hewan, kotoran manusia, limbah industri dan limbah
pertanian. Ikan yang suka makan detritus disebut pemakan detritus (detritus feeder). Contoh ikan pemakan
detritus antara lain belanak (Mugil
cephalus). Belanak suka mengambil hancuran lumut sutra (Chaetomorpha) dan lumut perut ayam (Enteromorpha) yang terdapat di dasar
perairan.
CARA MAKAN
Ikan
mempunyai cara makan tersendiri dalam memakan makanannya. Cara makan ikan antara
lain:
1.
Ikan penggerogot (grazer)
Ikan
penggerogot adalah ikan yang mengambil makanan dengan cara memunguti sedikit
demi sedikit secara berkelompok maupun satu per satu. Contoh ikan penggerogot
yang mengambil makanan secara berkelompok adalah nilem yang terlihat saat
menggerogoti periphyton (jasad-jasad
penempel) pada daun-daun tanaman air. Contoh lain pada mujair yang dapat
dilihat saat menggerogoti lumut-lumutan yang tumbuh di batang-batang tanaman
air. Contoh ikan penggerogot yang mengambil makan secara satu per satu adalah
ikan sepat siam. Ikan ini biasanya memunguti jasad-jasad penempel di sela-sela
dedaunan tanaman air.
2.
Ikan pemangsa (predator)
Ikan-ikan
buas pada umumnya dapat digolongkan sebagai pemangsa atau predator. Mangsa ikan
predator adalah hewan-hewan makroskopik yang ukurannya hampir sama dengan
lubang mulunya. Sebagai alat pemakannya, di dalam mulut ikan buas terdapat gigi-gigi yang tajam dan kuat. Gigi-gigi
tersebut berfungsi untuk menahan dan memegang mangsa, bukan untuk mengunyah mangsa.
Beberapa contoh ikan predator antara lain alu-alu (Sphyraena jello), layur (Trichiurus
savala), cakalang (Katsuwonus pelamis),
dan ikan tuna mandidihang(Thunus
albacores)
3.
Ikan penyaring (strainer)
Ikan
penyaring adalah ikan-ikan yang mengambil makanannya dengan cara menyeser
dengan mulutnya yang terbuka sambil tetap bergerak maju. Ikan pemakan plankton
termasuk sebagai ikan penyaring. Dengan membuka mulutnya sambil berenang,
plankton akan tersaring masuk ke dalam rongga mulut. Ketika mulutnya dikatupkan,
air akan keluar lewat celah insang, sedangkan plankton akan tertahan oleh
tulang tapis insang yang termodifikasi untuk ditelan masuk kerongkongan. Contoh
ikan penyaring adalah ikan kacangan (Hemiramphusfar)
dan ikan kembung jantan (Restralliger
kannagurta).
4.
Ikan penghisap (sucker)
Ikan
penghisap adalah ikan-ikan yang cara mengambil makanannya dengan jalan menghisap
lumpur atau pasir di dasar perairan. Maknannya terdiri dari organisme penghuni
dasar (bentos), detritus yang mengendap, bakteri dan cendawan. Beberapa spesies
jenis ini ada yang dapat memisahkan antara bahan makanan dan bukan makanannya.
Spesies yang dapat memisahkan bahan makanan akan membuang bahan yang bukan
makanan dan akan memakan bahan yang merupakan makanannya. Sebagian spesies
penghisap tidak dapat memisahkan antara bahan makanan dan bukan makanan. Dalam
keadaan ini, semua bahan yang terhisap akan ditelan seluruhnya. Contoh ikan
penghisap antara lain adalah ikan mas tombro.
5.
Ikan parasit
Ikan
parasit adalah ikan-ikan yang mendapatkan makanannya dengan jalan menghisap
sari makanan dari dalam tubuh ikan atau hewan lain dalam keadaan segar sewaktu ikan
korbannya masih hidup. Hewan-hewan korban parisitisme ini disebut hewan inang (hospes). Ikan parasit hinggap pada tubuh
hewan inangnya saat menghisap sari makanan. Contoh ikan parasit adalah ikan
laut dalam yang disebut ikan pemancing (Creratias
sp). Ikan jantan dari jenis ini ukurannya jauh lebiih kecil dari pada ikan
betina. Selama hidupnya, ikan jantan menempelkan dirinya pada yang betina
sambil menghisap sari makanan.
BAB
IV
Daur Hidup Ikan
Ekologi
perairan dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Ekologi
perairan tawar
- menggenang
(lentik) : kolam, rawa, danau
- mengalir
(lotik) : sungai
2. Ekologi
perairan payau
3. Ekologi
perairan laut
4.1
Migrasi
Migrasi Ikan adalah penyebaran ikan dari atau
menuju populasinya. Penyebaran ikan dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
-
Emigrasi adalah pemencaran yang menuju keluar
populasi
-
Imigrasi adalah pemencaran yang menuju
kedalam populasi
Berdasarkan
DoD:
1.
Sedentary Species
menetap
di dasar perairan pada suatu fase siklus hidup.
contoh: udang, mollusca
- Besidence Species
menetap
di daerah tertentu.
contoh: ikan ekor kuning di daerah berkarang
a. Diurnal
movement: bergerak naik/turun
contoh:
plankton feeder
b. Tidal
movement: bergerak karena pasang surut
contoh:
belanak, julung-julung
c. Random
dispersal: bergerak secara acak
d. Seasonal
movement: bergerak karena pengaruh musim
- Development Migration
migrasi
karena pertumbuhan
a.
Katadromous: ikan yang memijah di pantai
sedangkan tumbuh dan dewasa di air tawar/payau.
b.
Anadromous : ikan memijah dan menetas di air
tawar, tumbuh dan dewasa di air laut.
- Annual Migration
Migrasi
tahunan kerena adanya faktor alam seperti musim untuk mencari ikan
- Migrasi ke daerah
pembesaran dan makanan
Migrasi
secra vertikal dan atau horizontzl


4.2 Siklus Kehidupan
Siklus
hidup ikan meliputi stadia induk, telur, larva, juvenil, remaja, dewasa dan
induk.
1.
Induk
Stadia induk adalah ikan yang memiliki
kemampuan bereproduksi. Dalam stadia ini, gonad ikan betina sudah dapat memproduksi
telur dan gonad ikan sudah dapat memproduksi sperma. Ikan dengan stadia ini
sudah dapat melakukan aktivitas reproduksi (pemijahan). Ovulasi adalah proses
keluarnya telur dari tubuh induk.
Selain keberadaan telur dan sperma, induk
betina dan induk jantan dibedakan berdasarkan keberadaan organ dan ciri-ciri
yang tampak dari luar, seperti alat kelamin dan bentuk serta warna tubuh dan
sebagainya. Induk ikan betina umumnya memiliki alat kelamin berupa lubang,
sedangkan induk ikan jantan berupa tonjolan. Induk ikan betina umumnya juga
memiliki perut yang buncit dan bila diraba pada bagian tersebut terasa lembek
dan tidak keras, sedangkan induk ikan jantan relatif ramping. Induk ikan jantan
beberapa spesies budidaya juga memiliki ciri dan warna tubuh yang khas, seperti
dahi yang lebih menonjol (bengkung), sirip punggung yang lebih panjang, warna
dan pola warna yang lebih cemerlang dan menarik, serta gerakan yang lebih aktif
dan galak.
Induk dalam melanjutkan keturunannya bisa
bersifat parental care atau non-parental
care. Induk ikan budidaya yang bersifat parental
care adalah induk yang menjaga keturunannya (telur, larva atau benih),
sedangkan yang bersifat non parental care
adalah induk yang tidak peduli terhadap keturunannya. Induk yang bersifat parental care menjaga keturunannya baik
secara pasif maupun secara aktif. Parental
care pasif diwujudkan oleh induk dalam bentuk memproduksi telur yang
berukuran cukup sebagai sumber energi bagi embrio dan larva dalam memulai kehidupan. Bentuk parental care pasif lainnya adalah
adanya zat racun pada telur sehingga dihindari oleh ikan predator.
Pada parental
care aktif, induk jantan maupun induk betina secara aktif menjaga telur,
larva atau bahkan adakalanya benih. Sifat penjagaan tersebut dilakukan sejak
pemilihan dan penyiapan tempat dan substrat untuk menempelkan telur,
mengumpulkan dan membuat sarang hingga mengoksigenasi telur dengan cara
mengipasi telur menggunakan sirip dada dan ekor, membersihkan substrat telur
dan larva menggunakan mulut dan sirip dada, menjaga dan mengusir tempat yang
predator, menginkubasi telur dan larva di dalam mulut (mouth breeder) atau menempatkan telur di tempat yang tersembunyi
dan aman. Pada diskus, induk memproduksi mukus yang berlebih di permukaan
tubuhnya sebagai makanan bagi larva yang menempel dan berkumpul di salah satu
bagian tubuh induk. Dalam stadia demikian, induk diskus seperti menyusui larva
dan bahkan benih. Induk yang parental
care umumnya menjadi reaktif dan galak ketika sedang mengalami masa
pemijahan dan pengasuhan keturunannya.
2.
Telur
Stadia telur (yang dibuahi) adalah hasil dari
aktivitas pemijahan ikan dan ketika menetas berubah menjadi stadia larva. Telur
ikan setelah keluar dari tubuh induk bersifat melekat (adesif) dan tidak
melekat (nonadesif). Telur yang melekat
memiliki lapisan pelekat pada dinding cangkangnya dan menjadi aktif ketika
terjadi kontak dengan air. Sifat pelekatan telur dibagi menjadi dua macam,
yaitu pada obyek (substrat) dan antar telur sehingga membentuk rumpun atau masa
telur. Telur melekat kuat pada substrat sehingga menjadi rusak/koyak ketika
dicoba untuk dicabut/diangkat dan kekuatan pelekatan tersebut menjadi berkurang
sejalan dengan perkembangan telur (embriogenesis) hingga menetas. Namun
demikian, adakalanya telur tidak terlalu kuat melekat pada substrat sehingga
dapat lepas dengan mudah oleh gerakan arus air yang lemah sekalipun. Tempat
pelekatan (substrat) telur berupa benda keras dan lunak. Substrat benda keras seperti
batu, pipa paralon dan kaca akuarium biasanya digunakan untuk penempelan telur
ikan siklid seperti ikan diskus, manfish, lauhan, nila dan mujahir. Benda lunak
seperti ijuk, akar enceng gondok, daun tanaman air sering digunakan sebagai
substrat penempelan telur ikan mas, lele, neon tetra dan mas koki.
Telur yang bersifat tidak melekat dapat
dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat jenisnya terhadap air, yaitu
mengapung di permukaan air, melayang di dalam kolam air, dan menggelinding di
dasar wadah. Telur yang mengapung di permukaan air memiliki berat jenis yang
lebih ringan di bandingkan dengan berat jenis air sedangkan telur yang melayang
memiliki berat jenis yang sama dengan berat jenis air. Telur yang menggelinding
di dasar wadah memiliki berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan berat
jenis air.
Telur yang dibuahi selanjutnya berkembang
menjadi embrio dan akhirnya menetas
menjadi larva, sedangkan telur yang tidak dibuahi (mati) biasanya diserang
jamur saprolegnia sehingga membusuk. Lama waktu perkembangan hingga telur
menetas menjadi larva tergantung pada jenis (spesies) ikan dan suhu. Untuk
keperluan perkembangan, digunakan energi yang berasal dari kuning telur dan
kemudian butir minyak. Oleh karena itu kuning telur terus menyusut sejalan
dengan perkembangan embrio. Energi yang terdapat dalam kuning telur berpindah
ke organ tubuh embrio. Embrio terus berkembang dan membesar sehingga rongga
telur menjadi sesak olehnya dan bahkan tidak sanggup lagi mewadahinya maka
dengan kekuatan pukulan dari dalam oleh pangkal sirip ekor, cangkang telur
pecah dan embrio lepas dari kungkungan menjadi larva. Pada saat itu telur
menetas manjadi larva.
3.
Larva
Larva adalah anak ikan yang berukuran sangat
kecil dan belum memiliki bentuk morfologi yang definitif (seperti induk). Larva
masih dalam proses perkembangan menuju bentuk yang definitif. Pada saat
tersebut, larva belum memiliki organ tubuh yang lengkap bahkan organ yang sudah
ada pun masih bersifat sederhana (primitif) sehingga belum berfungsi maksimal.
larva adalah anak ikan yang memiliki morfologi, anatomi dan fisiologi yang
masih sederhana dan terus berkembang menuju kesempurnaan.
Untuk keperluan perkembangan larva lebih
lanjut setelah menetas, larva membawa cadangan makanan (energi) dalam bentuk
kuning telur dan butir minyak. Larva memanfaatkan cadangan energi tersebut (endogenous feeding) untuk perkembangan
organ tubuh, terutama untuk keperluan pemangsaan (feeding) seperti sirip, mata, mulut dan saluran pencernaan. Oleh
karena itu, kuning telur dan butir minyak akan menyusut dan habis sejalan
dengan perkembangan organ tubuh larva. sebelum kuning telur dan butir minyak
tersebut habis, larva diharapkan sudah bisa memangsa dan mengonsumsi serta
mencerna pakan dari luar (exogenous
feeding). Dengan demikian terjadi tumpang tindih (overlap) antara endogenous
feeding dengan exogenous feeding.
Apabila terjadi antara (gap) antara endogenous feeding dengan exogenous feeding, kemungkinan besar
larva akan mati. Stadia larva merupakan fase yang paling kritis dalam siklus
hidup ikan.
Dengan ukuran tubuh yang kecil dan bukaan
mulut larva juga kecil, dibutuhkan pakan larva yang berukuran lebih kecil dari
bukaan mulut tersebut. Pakan larva ikan umumnya berupa pakan alami, biasanya
dari golongan zooplankton.
4.
Benih
Benih adalah anak ikan yang memiliki bentuk
tubuh sudah definitif seperti induknya. Benih berbeda dengan induknya dalam
ukuran dan tingkah laku reproduksinya saja. Tingkahlaku makan (feeding habits) ikan stadia ini sudah
mengarah kepada jenis makanan seperti yang dikonsumsi secara alami oleh
induknya. Perilaku makan ikan herbivora sudah mulai tampak pada stadia benih,
padahal stadia larva masih bersifat karnivora. Laju pertumbuhan ikan stadia
benih mulai meningkat dan akan melesat lebih cepat lagi pada atadiajuvenil.
5.
Juvenil
Juvenil adalah anak ikan yang memiliki bentuk
tubuh seperti induknya, tetapi lebih kecil dan organ reproduksinya masih dalam
perkembangan sehingga belum berfungsi. Pada stadia ini, laju pertumbuhan ikan
berada dalam kecepatan yang maksimum sebelum melambat ketika memasuki stadia
dewasa. Hal ini disebabkan hampir seluruh energi yang diperoleh dari makanan
digunakan untuk keperluan pertumbuhan daging (somatik).
6.
Dewasa
Berbeda dengan juvenil, organ reproduksi ikan
dewasa dan ikan induk sudah berfungsi sehingga berpotensi melakukan aktivitas
reproduksi dalam rangka melanjutkan keturunan. Pada stadia ini, laju
pertumbuhan daging (somatik) ikan melambat karena sebagian energi yang
diperoleh dari aktivitas makan digunakan untuk pertumbuhan reproduktif
(generatif) seperti perkembangan, pertumbuhan dan pematangan gonad serta aktivitas
dan tingkah laku reproduktif lainnya seperti pencarian pasangan kawin,
pertumbuhan dan sebagainya.
BAB V
Reproduksi dan Genetika Sederhana
5.1
Reproduksi
Reproduksi dapat dibedakan menjadi 3 macam
yaitu:
(1) Ovipar
yaitu cara perkembangbiakan dengan bertelur, contoh ikan lemuru (Sardinella lemuru), ikan mas (cyprinus caprio), ikan lele (Clarias batracus)
(2) Ovivipar
yaitu cara perkembangbiakan dengan beranak, contoh lumba-lumba dan paus
(3) Ovovivipar
yaitu cara perkembangbiakan dengan bertelur beranak, ikan yang berkembang biak
dengan cara ini, bertelur dan menetas di dalam tubuh kemudian dikeluarkan
setelan menjadi anak. Contoh ikan pari, ikan cucut, guppy, molly.
Pembuahan (fertilisasi) adalah
peristiwa bertemukan sel telur (ovum) dan sperma menjadi zigod. Pembuahan pada
ikan bertulang sejati (teleostei) terjadi di luar tubuh (eksternal) sedangkan
pada ikan bertulang rawan (elasmobranci) pembuahan terjadi di dalam tubuh
(internal).
Pembuahan ekternal terjadi saat
induk betina mengeluarkan telur dikarenakan adanya rangsangan yang berasal dari
induk jantan, kemudian induk jantan mengeluarkan sperma. Pada saat lingkungan
yang mendukung termasuk suhu perairan yang sesuai, maka sel telur dibuahi oleh
sperma. Sel telur dalam keadaan pasif sedangkan sperma yang aktif. Setiap jenis
ikan mempunyai waktu yang berbeda-beda dalam perkembangan telur setelah dibuahi
sampai menetas. Pada ikan mas, membutuhkan suhu 20-220C dan waktu
yang dibutukan selama 3-4 hari. Sedangkan pada ikan terbang hanya membutuhkan
waktu 12 jam dengan pembuahan secara internal (proses pembuahannya terjadi di
dalam tubuh dan pembuahannya sudah berbentuk sempurna).
Reproduksi
merupakan usaha makhluk hidup untuk dapat melanjutkan kehidupannya dan
mempertahankan jenisnya, melalui cara memperbanyak diri atau berkembangbiak.
Pengetahuan
tentang perkembangbiakan ikan dan hayati lain yang dibudidayakan harus dikuasai
oleh para pembudidaya, khususnya para peternak ikan. Beberapa sifat atau perilaku
penting yang patut diketahui adalah umur tercapainya kematangan gonad untuk
pertama kali, perbedaan jantan-betina, fekunditas perubahan kelamin, perilaku
pemijahan, perkembangan telur dan larva serta serta fisiologi reproduksi. Umur
dimana ikan mencapai kematangan gonad untuk pertama kali berbeda-beda menurut
jenis ikannya. Jenis ikan-ikan kecil seperti cupang (Betta, sp.), sepat (Trichogaster
sp.), akan mulai matang gonad pada umur 4 - 5 bulan dengan ukuran 4,5 - 6
cm. Ikan-ikan tetra kecil dari dari familia Characidae juga mulai matang gonad
atau bertelur pada umur 6 bulan. Sebaliknya ikan ukuran besar seperti tiger
catfish (Platysoma sp.), ikan
alligator baru akan matang gonad setelah umur 2 tahun dengan ukuran lebih dari
50 cm dan bobot 1 - 2 kg. Beberapa jenis ikan konsumsi seprti nila (Tilapia sp.) mulai matang gonad dalam
waktu sekitar 3 - 4 bulan, dengan ukuran
yang hanya sekitar 15 - 20 cm.
Ikan mas jantan akan matang gonad pertma pada
umur 6 - 7 bulan, sementara yang betina sekitar pada umur 1 tahun dengan ukuran
yang lebih besar dari nila yaitu sekitar 25 - 30 cm atau 0,5 - 1,0 kg. Ikan
lain yang lebih besar misalnya Pangasius sp.
atau gurame baru akan matang gonad pada umur lebih dari 2 tahun, dengan ukuran
mencapai hampir 50 cm atau 2 - 3 kg. Ikan bandeng baru matang gonad untuk
pertamakalinya pada umur 3 - 4 tahun pada saat ukurannya mencapai berat 3 - 4
kilogram. Umur tersebut dapat diketahui dari pengamatan langsung atau perkiraan
dari berat atau panjang ikan. Dengan mengetahui umur matang gonad pertama kali,
kita dapat merencanakan ukuran calon-calon induk yang akan dipeliharanya untuk
dimatangkan selanjutnya dipijahkan. Kematangan gonad bisa diukur dengan indeks
kematangan gonad (gonadal somatic index) atau GSI.
|
GSI :
Indeks kematangan gonad
Bg : berat gonad (g)
Bb : berat badan (g)
*
Angka GSI dapat diperoleh dari ikan yang mati.
Biasanya
ukuran dan umur akan berkaitan secara linear, dengan demikian derajat
kematangan gonad maupun keberhasilan pemijahan akan naik bersamaan dengan
naiknya ukuran dan umur induk ikan. Kenaikan akan terjadi sampai pada derajat
maksimal untuk kemudian akan turun bersamaan dengan makin tuanya ikan, terutama
dalam daya tetas telurnya yang paling cepat penurunannya (Forberg, 1982).
Misalnya, ukuran induk pada ikan catfish akan mempengaruhi derajat kematangan gonad
serta keberhasilan dalam pemijahannya. Hal ini dikarenakan pada ikan yang
ukurannya lebih besar jumlah telurnya akan semakin banyak dengan ukuran telur
yang relatif lebih besar pula, sehingga kualitas telurnya biasanya juga lebih
baik (Bromage dan Robert, 1995).
Induk
muda yang baru mulai bertelur selain jumlah telurnya masih sedikit kualitas
spermanya dari yang jantan pun belum cukup baik. Dengan demikian kualitasnya
masih belum bagus, sehingga jumlah telur yang menetas atau produksi larvanya
masih sedikit (Lam, 1983). Penelitian dari Satyani (2003) terhadap ikan cupang
(Betta splenden) menunjukkan bahwa
variasi kisaran jumlah telur maupun produksi larva pada induk yang masih muda juga amat
besar, artinya dari setiap induk dengan ukuran yang sama jumlah telur yang
dihasilkan berfluktuasi amat besar (ada
yang sudah banyak tetapi ada yang masih amat sedikit). Pada ikan-ikan dengan
umur yang lebih tua maka variasi atau kisaran ini akan menyempit.
Ukuran
induk saat pertama kali gonad masak/matang atau mulai bertelur yaitu mencapai
kedewasaan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama pakan. Ukuran induk
nantinya juga menentukan ukuran keturunannya.
Membedakan
jenis kelamin ikan jantan dan betina untuk banyak jenis ikan mempunyai
ciri-ciri yang berbeda. Sebagian memiliki penampakan luar yang agak berbeda
antara jantan dan betina. Jantan ikan mujair misalnya, berukuran relatif besar
dan warna siripnya merah. Pada udang galah, induk jantan dilengakapi dengan
capit yang jauh lebih besar dibanding betinanya, sedangkan udang penaeid jantan
memiliki tonjolan pada pasangan kaki renang pertama yang disebut petasma
sedangkan betinanya dilengkapi dengan thelycum, alat kelamin berbentuk bulat
dan terbelah di tengahnya yang terletak di antara pasangan kaki jalannya yang
ke lima. Pada umumnya, untuk menentukan jenis kelamin ikan diperlukan
pemeriksaan gonad secara langsung dengan menggunakan alat endoscopy (Crim and
Glebe, dalam Schreck and Moyle, 1990) atau memeriksa telurnya dengan
menggunakan alat kateter. Alat tersebut digunakan untuk ikan-ikan yang telah
dewasa. Pemeriksaan kesiapan memijah dapat pula dilakukan dengan cara pemijatan
perut.
Tidak
semua jenis ikan memijahkan atau mengeluarkan seluruh telur yang dikandungnya
sekaligus. Sebagian jenis ikan mengeluarkan telur secara bertahap. Tampaknya,
perilaku tersebut terkait dengan tidak serempaknya kematangan telur. Perilaku
pemijahan pada ikan dan udang sangat beragam. misalnya ikan koan memijah di air
mengalir, jenis lainnya memijah di dalam kolom air. Selain itu ada jenis ikan
yang melekatkan telurnya pada substrat yang ada dalam air, contohnya ikan mas.
Ada pula ikan yang membuat sarang sebelum pemijahan. Jantan ikan gurame misalnya,
membuat sarang sebelum proses pemijahan berlangsung dan menjaga telur setelah
pemijahan. Jenis ikan lain membuat sarang berupa lubang di pematang kolam. Pada
jenis-jenis ikan guppy atau ikan seribu induk yang telah kawin tidak akan
memijahkan telurnya melainkan akan hamil dan melahirkan anak (Avault, 1996).
Di
alam, musim pemijahan ikan berbeda satu sama lain. Ada yang memijah sepanjang
tahun, namun ada pula yang musiman. Tampaknya keadaan iklim, khususnya suhu dan
lama penyinaran matahari merupakan faktor perangsang pemijahan. Tampaknya
proses kembang biak pada ikan juga dipengaruhi oleh ritme dalam tubuhnya.
Kematangan gonad pada tingkat umur tertentu dan frekwensi pemijahan dipengaruhi
faktor genetik, sehingga cenderung mengikuti pola kejadian alami. Apabila ikan
sulit memijah, dapat dirangsang dengan penggunaan hormon, baik berupa hormon
yang dihasilkan secara alami, maupun buatan. Hormon alami antara lain hormon
yang diambil dari kelenjar hipofisa ikan mas. Hormon tersebut disuntikan ke
tubuh resipien yang akan dipijahkan. Ikan masnya sendiri disebut ikan donor.
Cara pemijahan dengan rangsangan
tersebut dikenal dengan istilah hipofisasi. Penggunaan hormon alami kurang
diminati karena mengorbankan ikan donor. Oleh karena itu, dewasa ini berkembang
hormon-hormon komersial produksi pabrik antara lain “Luteinizing Hormone
Releasing Hormon” (LHRH) dan “human Chorionik Gonadotropine” (hCG).
5.2 Genetika
Sifat
induk yang akan diturunkan kepada anak-anaknya dengan sebaran genetik sesuai
dengan hukum Mendel atau hukum keturunan yang cukup kompleks. Azas Mendel ini
yang menjadi dasar untuk mendapatkan karakter atau sifat dari induk yang
dikehendaki dapat diturunkan ke anaknya agar lebih kuat atau lebih bagus.
Pemilihan atau seleksi induk ikan yang dipijahkan akan sangat berperan dalam
mendapatkan kualitas keturunannya (Kirpichnikov, 1981).
Produksi
dan kualitas hasil pembenihan umumnya dinilai dari daya tetas telur, sintasan
maupun pertumbuhan dari larva dan benihnya. Peranan seleksi genetik atau
pemilihan keturunan sangat diperlukan, yaitu dalam memilih induk-induk dari jenis yang unggul. Induk-induk unggul atau
superior adalah induk yang akan menghasilkan telur yang banyak, daya tetas
tinggi, laju pertumbuhan serta adaya sintasan yang tinggi pula. Biasanya dalam
satu jenis ikan yang mempunyai banyak strain atau varietas maka akan dapat
dipilih varietas-varietas yang sudah diketahui keunggulannya.
Pengalaman
menunjukkan bahwa hasil penelitian
genetika telah memberikan konstribusi yang sangat nyata dalam peningkatan produksi perikanan. Di
Indonesia, aplikasi genetika dalam akuakultur masih sangat terbatas. Kecuali
ikan mas dan udang galah (Satyani dan Emawati Hadie, 1996), komoditi lainnya
belum tersentu disiplin ilmu tersebut, sehingga hewan akuatik lainnya yang
dibudidayakan sebagian besar masih merupakan ikan alami atau belum
terdomestikasi. Akibatnya, sifat-sifat yang dimilikinya masih sangat alami yang
mengarah pada ketidak pastian di dalam pembudidayaan. Oleh karena itu,
domestikasi perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki sifat-sifat yang belum
terkuasai tersebut melalui proses seleksi, kawin silang, hibridisasi dan
bioteknologi. Kegiatan seleksi pernah
dilakukan pada 21 strain ikan mas dan mengasilkan strain-strain unggul
Rajadanu, Jojakarta, Sutisna, Domas, Cianjur Wildan, Singaparna, dan
Pandegelang (Satyani dan Emawati Hadie, 1996).
Teknik
seleksi yang praktis adalah dengan jalan memilih induk-induk yang tampak
superior seperti ukuran yang lebih besar, lebih sehat dan lebih bagus di antara
induk lain di dalam populasinya.
Metode
perkawinan ini dapat dibedakan antara perkawinan sedarah (inbreeding) dan bukan sedarah (Outbreeding).
Perkawinan sedarah merupakan perkawinan individu darai keturunan yang sama atau
masih satu keluarga misalnya kakak dan adik yang seinduk atau induk dengan
anaknya. Sementara outbreeding
merupakan pimijahan di luar inbreeding
yaitu perkawinan dari hewan satu spesies tetapi tidak dalam keluarga. Ada lagi crossbreeding yang merupakan persilangan
antar varietas atau kadang antar spesies.
Kebanyakan
hasil inbreeding menghasilkan
keturunan lebih jelek dan tidak menguntungkan, seperti penurunan kapasitas
reproduksi (fekunditas, atau jumlah telur, daya tetas telur) dan pertumbuhan.
Cara mengatasinya adalah dengan perkawinan silang ataupun masal, yang lebih
aman dan dapat memberikan keturunan yang lebih baik. Oleh karena itu,
pengolahan induk dalam pembenihan untuk menjaga kualitas benihnya dinjurkan
agar setiap kali melakukan persilangan diambil ikan dari populasi lain yaitu
dengan cara mendatangkan induk dari tempat pembenihan lain untuk dikawin-silangkan
dengan induk yang ada.
Pada
ikan hias berukuran kecil yang pemijahannya dilakukan secara masal dengan induk
berjumlah ratusan ekor seperti ikan platty, koridoras atau rainbow pengaruh inbreeding ini hampir tidak ada. Karena
untuk menghindari inbreeding dibutuhkan
paling kurang 10 pasang (10 jantan dan 10 betina) untuk dipasangkan secara
acak. Kemudian setiap tiga generasi induk ini harus dikawin-silangkan dengan
induk lain lagi. Pada induk dengan jumlah terbatas dan pemijahannya dilakukan
secara berpasangan Inbreeding ini
sering susah untuk dihindari. Terutama pada ikan yang berukuran besar dengan
harga mahal dan kapsitas tempat yang terbatas misalnya diskus, alligator, tiger
fish yang umumnya peternak hanya mempunyai beberapa pasang induk saja. Untuk
mencegah hal ini maka tukar-menukar induk antara peternak amat dianjurkan.
Pada
kegiatan kawin silang yang diterapkan pada lele dumbo berhasil memperbaiki
pertumbuhan jenis ikan ini. Hasilnya telah dirilis pada tahun 2005 dan
diberinama lele sangkuriang. Hibridasi untuk memperoleh turunan yang unggul
dalam pertumbuhan, warna dan dominasi kelamin jantan pada ikan nila (Sucipto et
al., 2003). Kegiatan domestiikasi tersebut, umumnya membutuhkan koleksi ikan
dan fasilitas yang cukup banyak, peralatan yang cukup canggih, serta memakan
waktu lama. Beberapa metode hemat waktu antra lain metoda gynogenesis pernah
diterapakan pada ikan mas di Indonesia (Sasongko et al., 2003). Hasilnya masih
belum memuaskan. Kegiatan kultur jaringan dan alih gen baru pada skala
rintisan. Manfaat dari pemahaman, penguasaan dan penerapan ilmu genetika dalam
budidaya, tidak terbatas hanya pada kemungkinan melahirkan induk dan benih
unggul, namun bermanfaat pula di dalam memproduksi ikan-ikan hibrid yang infertil,
monosek, dan mencegah terjadinya berbagai kemunduran mutu dari komoditi yang
dipelihara, misalnya tentang akibat perkawinan sekerabat atau “inbreeding”.
Perlu diingat bahwa perkawinan sekerabat tidak selalu berakibat buruk. Karakter
buruk tersebut baru akan muncul apabila strain atau turunan yang dikawinkan
memiliki alel yang juga buruk. Situasi genetik seperti tersebut di atas
menuntut adanya manajemen induk yang tepat.
Walupun
demikian bagi para peternak ikan hias kadang kala inbreeding sengaja dilakukan. Hal ini karena dari inbreeding ini sering dihasilkan ikan
dengan banyak variasi, dari ketajaman warna dan bentuk badan yang aneh
sebenarnya mungkin merupakan kecacatan, tetapi disukai hobiis. Ikan tersebut
mungkin kelihatan lebih cantik tetapi akan membutuhkan perawatan yang lebih
intensif dan teliti, karena biasanya juga lebih rentan terhadap penyakit,
pertumbuhannya lambat dan mortalitasnya tinggi. Tetapi ikan-ikan ini nilainya
secara ekonomis kadang amat tinggi, sehingga kaidah-kaidah dalam inbreeding seringkali tidak diindahkan
oleh para peternak ikan hias.
BAB VI
Organoleptik Test
Memang
sangat sulit untuk mempertahankan kesegaran ikan sampai ke tangan konsumen,
karena ikan merupakan komoditi yang sangat mudah busuk. Ikan mulai mengalami
proses pembusukan sejak pertama kali ditangkap. Adapun yang dimaksud ikan segar
adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau,
rasa maupun teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah:
a. Ikan
yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun
pengolahan lebih lanjut.
b. Ikan
yang belum mengalami perubahan fisik maupun kimiawi atau yang masih mempunyai
sifat sama seperti ketika ditangkap.
Pemeriksaan
mutu dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Pemeriksaan
di laboratorium
Pemeriksaan secara fisika, kimia dan mikrobiologis
dapat dilakukan di laboratorium. Cara pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan
biaya yang relatif mahal dan hanya dapat dikerjakan oleh petugas laboratorium.
2. Pemeriksaan
dengan menggunakan peralatan seperti freshness measure, electric freshness dan
sebagainya.
3. Pemeriksaan
organoleptik
Cara
organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya menggunakan indera manusia.
Cara ini sangat tepat, murah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya
sangat tergantung dari tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya. Jadi cara
pemeriksaan organoleptik bersifat subyektif.
Dengan
cara organoleptik, yang relatif murah dan cepat, ikan yang busuk dapat
dibedakan dari ikan segar dengan melihat ciri-ciri ikan segar dan ikan yang
mulai membusuk berikut:
No
|
Bagian yang diamati
|
Ciri ikan segar
|
Ciri ikan busuk
|
1.
|
Mata
|
Cerah,
bening, cembung, menonjol
|
Pudar,
berkerut, cekung, tenggelam
|
2.
|
Insang
|
§ Insang
berwarna merah sampai merah tua, terang dan lamella insang terpisah
§ Insang
tertutup oleh lendir berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
|
§ Insang
berwarna coklat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
§ Lendir
insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
|
3.
|
Warna
|
terang,
lendir bening
|
Pudar,
lendir kelabu
|
4.
|
Bau
|
segar,
seperti bau laut
|
Asam,
busuk
|
5.
|
Daging
|
§ Daging
kenyal, menandakan rigor mortis masih berlangsung
§ Daging
dan bagian tubuh lain berbau segar
§ Bila
daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan
§ Daging
melekat kuat pada tulang
§ Daging
perut utuh dan kenyal
§ Warna
daging putih
|
§ Daging
lunak, menandakan rigor mortis telah selesai
§ Daging
dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk
§ Bila
ditekan dengan jari tampak bekas lekukan
§ Daging
mudah lepas dari tulang
§ Daging
lembek dan isi perut sering keluar
§ Daging
berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung
|
6.
|
Sisik
|
Menempel
kuat pada tubuh sehingga sulit dilepas
|
Sisik
mudah terlepas dari tubuh
|
7.
|
Dinding
perut
|
Utuh,
elastis
|
Menggelembung,
pecah, isi perut keluar, lembek
|
8.
|
Kulit
|
§ Warna
kulit terang dan jernih
§ Kulit
masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek
§ Warna-warna
khusus yang ada masih terlihat jelas
|
§ Kulit
berwarna suram, pucat dan berlendir banyak
§ Kulit
mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu
§ Kulit
mudah robek dan warna-warna khusus sudah hilang
|
9.
|
Keadaan
utuh
|
Tenggelam
di air
|
terapung
(bila sudah sangat busuk)
|
Proses
perubahan pada tubuh ikan terjadi karena adanya aktivitas enzim, mikroorganisme
atau oksidasi oksigen. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik
maupun kimiawi berlangsung lebih cepat. Semua perubahan ini akhirnya mengarah
ke pembusukan. seluruh permukaan ikan yang sedang mengalami proses pembusukan
dipenuhi lendir.
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.