PENDAHULUAN
Indonesia sebagai sebuah wilayah negara yang
dikenal sebagai sebuah wilayah kepulauan yang memiliki sumber daya hayati yang
sangat potensial yaitu salah satunya dari hayati laut yang tersebar di seluruh
wilayah perairan Indonesia, berupa sumber daya perikanan dan segala kehidupan
terdapat di dalamnya adalah salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi.
Manfaat besar dapat diperoleh baik dari manfaat langsung (pariwisata bahari) maupun
manfaat tak langsung serta keanekaragaman lainnya. Kontribusi terbesar sektor
perikanan tersebut yaitu berasal dari daerah pesisir dimana Indonesia memiliki
wilayah pesisir yang sangat luas. Dengan potensi lestari sumberdaya perikanan laut
sebesar 6,7 juta ton per tahun dan yang telah dimanfaatkan 48%. Namun demikian dibeberapa
kawasan terutama Indonesia barat telah mengalami tangkap lebih (over fishing) (Dahuri,
et al, 1996). Melihat dari potensi sektor perikanan yang ada, maka sektor perikanan
pantas untuk dikembangkan lebih lanjut dimana pengembangan sektor perikanan
dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti teknologi,
Kota Tegal merupakan wilayah yang memiliki potensi
perikanan yang besar, dengan letaknya yang terletak di daerah pantura Jawa
disertai dengan karakteristik masyarakatnya yang bergantung pada potensi
perikanan tersebut. Dua wilayah tersebut termasuk dalam wilayah homogen sebagai
wilayah homogen pesisir yang merupakan wilayah yang memproduksi ikan namun bisa
juga dikatakan penduduknya tergolong di bawah garis kemiskinan (Budiharsono,
2001). Melihat dari potensi yang melimpah dan posisinya yang strategis
mendukung wilayah itu dalam pengembangan wilayah khususnya di sektor perikanan.
Beberapa nelayan Tegal menggunakan alat tangkap (Gill net) sebagai sumber pecahariannya dikarenakan termasuk dalam
kategori alat tangkap yang ramah lingkungan.
Gill net sering diartikan dengan jaring insang atau jaring rahang. Gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang
tertangkap gilled terjerat pada sekitar
operculum nya pada mata jaring. Sedangkan gill net dasar atau bottom gill net adalah jaring insang, jaring
rahang yang cara operasinya ataupun kedudukan jaring pada fishing ground
direntangkan pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi
tujuan penangkapan adalah ikan-ikan dasar (bottom fish)
ataupun ikan-ikan damersal, dengan bahan jaring terbuat dari multi fibre. Nelayan Tegal pada umumnya menggunakan alat
tangkap Gill net untuk melakukan pengoperasianya.
Pemilihan Alat tangkap Gill net dikarenakan
alat tangkap yang selektifitasnya tinggi, sehingga sangat bagus untuk
keberlanjutan perairan kedepannya
PEMBAHASAN
Menurut Krisnafi (2011), sebelum mengoperasikan alat penangkapan, peralatan harus dipersiapkan
secara cermat sebelum operasi penangkapan dimulai, adapun persiapan tersebut
yaitu: jaring disusun di atas geladak (dek) dengan memisahkan antara pelampung
dan pemberat; pada ujung depan jaring dipasang tali selambar dan dihubungkan
dengan pelampung tanda. Biasanya pelampung ini ukurannya relatif lebih besar
kadang kala diberi bendera.
Menurut Miranti (2007), secara umum metode pengoperasian
alat tangkap gill net terdiri atas
beberapa tahap, yaitu:
1.
Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap,
kondisi mesin, bahan bakar kapal, pembekalan, es dan tempat untuk menyiapkan
hasil tangkapan.
2.
Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan
berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi
perairan seperti benyaknya gelembung-gelembung udara di permukaan perairan,
warna perairan, serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengidikasikan
adanya schooling ikan.
3.
Pengoperasian alat tangkap yang tediri atas pemasang jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling).
4.
Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan
dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat.
Metode pengoperasian alat tangkap gillnet pada
umunya terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
1. Persiapan Alat
Sebelum operasi dimulai semua peralatan dan perbekalan harus
dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan
memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah menurunkannya dan tidak
kusut. Penyusunan gillnet diatas kapal penangkapan ikan disesuaikan dengan
susunan peralatan di atas kapal atau tipe kapal yang dipergunakan. Sehingga
dengan demikian gillnet dapat disusun di atas kapal.
2. Waktu Penangkapan
Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gillnet umumnya
dilakukan pada waktu malam hari terutama pada saat gelap bulan. Dalam satu
malam bila bulan gelap penuh operasi penangkapan atau penurunan alat dapat
dilakukan sampai dua kali karena dalam sekali penurunan alat, gillnet didiamkan
terpasang dalam perairan sampai kira-kira selam 3-5 jam.
3. Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal
dapat dilayarkan menuju ke daerah penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang baik untuk
penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet adalah :
-
bukan daerah
alur pelayaran umum
-
arus arahnya
beraturan dan paling kuat sekitar 4 knots
-
dasar
perairan tidak berkarang
4. Penurunan Alat
Bila kapal telah sampai di daerah penangkapan, maka persiapan alat
dimulai yaitu:
-
posisi kapal
ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari tempat penurunan
alat.
-
setelah
kedudukan/ posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat
diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar, pelampung tanda
ujung jaring atau lampu, kemudian tali slambar depan, lalu jaring, tali slambar
pada ujung akhir jaring atau tali slambar belakang, dan terakhir pelampung
tanda.
-
pada saat
penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus laut. Karena
kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 450-900.
5. Penaikan Alat dan Pengambilan Ikan
Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat
diangkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk diambil ikannya. Bila hasil
penangkapan baik, jaring dapat didiamkan selama kira-kira 3 jam sedangkan bila
hasil penangkapan sangat kurang jaring dapat lebih lama didiamkan di dalam
perairan yaitu sekitar 5 jam. Bila lebih lama dari 5 jam akan mengakibatkan
ikan-ikan yang tertangkap sudah mulai membusuk atau kadang-kadang dimakan oleh
ikan lain yang lebih besar.
Urutan
pengangkatan alat ini adalah merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat
yaitu dimulai dari pelampung tanda, tali selambar belakang, baru jaring, tali
selambar muka dan terakhir pelampung tanda. Apabila ada ikan yang tertangkap,
lepaskan ikan tersebut dari jaring dengan hati-hati agar ikan tidak sampai
terluka. Untuk hal tersebut bila perlu dengan cara memotong satu atau dua kaki
(bar) pada mata jaring agar ikan dilepas tidak sampai luka/ rusak. Ikan-ikan
yang sudah terlepas dari jaring segera dicuci dengan air laut yang bersih dan
langsung dapat disimpan ke dalam kapal, dengan dicampur pecahan es atau garam
secukupnya agar ikan tidak lekas membusuk
Code of Conduct for Responsible Fisheries
merupakan asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek
yang bertanggung jawab. Demi mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan
(sustainable capture fisheries) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan
yang bertanggung jawab (FAO Code of conduct for Responsible Fisheries/CCRF)
maka
eksploitasi sumberdaya hayati laut harus dapat
dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible fisheries). Di Indonesia
sendiri sembilan kriteria yang dibuat oleh Departemen Kelautan dan Perikanan
tahun 2006 adalah sebagai beriku:
a. Memiliki selektivitas tinggi;
b. Tidak merusak habitat, tempat tinggal dan
berkembang biak ikan dan organisme lain;
c. Menghasilkan ikan berkualitas tinggi;
d. Tidak membahayakan nelayan;
e. Produk aman bagi konsumen;
f. By-catch rendah;
g. Dampak terhadap biodiversitas rendah;
h. Tidak menangkap atau membahayakan ikan yang
dilindungi; dan
i. Dapat diterima secara sosial.
Alat tangkap gill
net di Tegal merupakan salah satu alat tangkap yang ramah lingkungan
dikarenakan memiliki selektivitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan alat tangkap
gill net menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif sama.
Kemampuan seleksi dari alat tangkap gill net terletak pada ukuran mata jaring (mesh size) dan juga hanging ratio.
Ukuran mata jaring dan hanging ratio memungkinkan ikan yang tertangkap harus
memiliki ukuran yang sesuai mesh size
gill net dan dengan bentuk tubuh yang sesuai pula dengan bukaan mata jaring
(hanging ratio) gill net. Sehingga ikan yang memiliki ukuran terlalu kecil dari
mesh size dan dengan bentuk tubuh
berbeda dari bentuk bukaan mata jaring sangat kecil kemungkinannya untuk
tertangkap.
Alat tangkap gill net merupakan alat tangkap yang
tidak merusak habitat, tempat tinggal dan tempat berkembangbiak ikan atau
organisme. Hal ini dikarenakan alat tangkap gill net dioperasikan pada kolom
perairan atas atau permukaan (surface)
sehingga memiliki kemungkinan yang kecil untuk merusak karang maupung padang
lamun.
Alat tangkap gill net saat pengoperasiannya tidak
membahayakan nelayan. Pengoperasian gill net dilakukan dengan meletakan alat
tangkap kedalam perairan dengan kapal berjalan. Ukuran alat tangkap yang kecil
serta bobot alat tangkap yang tidak terlalu berat menjadikan pengoperasian gill
net lebih mudah dibanding alat tangkap lain seperti dogol dan arad, sehingga
tidak ada kemungkinan untuk melukai nelayan.
Ikan hasil tangkapan gill net memiliki mutu yang
cukup. Hal ini dikarenakan proses pengoperasian (immersing) yang cukup lama
yaitu 1-2 jam memungkinkan ikan yang sudah tertangkap akan mati. Produk ikan
tangkapan gill net tidak membahayakan konsumen. Ikan hasil tangkapan gill net umunya sudah mati segar dengan
cacat fisik. Namun, hal tersebut tidak menjadikan ikan hasil tangkapan
berbahaya bagi konsumen. Secara umum ikan hasil tangkapan gill net selalu dalam kondisi mati segar namun, memiliki cacat fisik.
Hasil tangkapan gill net didominasi oleh ikan mati segar. Hal ini disebabkan
oleh konstruksi alat tangkap yang dapat melukai atau tidak melukai dan lama pengoperasian
alat tangkap.
KESIMPULAN
1.
Metode pengoperasian alat
tangkap gill net terdiri atas, persiapan yang dilakukan nelayan. pencarian daerah penangkapan ikan. pengoperasian
alat tangkap tediri atas pemasang jaring (setting),
perendaman jaring (soaking) dan
pengangkatan jaring (hauling). Tahap penanganan hasil tangkapan
2.
Alat tangkap gill net merupakan alat tangkap karena
masuk kategori memiliki selektivitas tinggi, tidak merusak habitat, tempat
tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lain, Tidak membahayakan nelayan,
Produk aman bagi konsumen, By-catch rendah, dampak terhadap biodiversitas
rendah, tidak menangkap atau membahayakan ikan yang dilindungi, dapat diterima
secara sosial, ikan hasil tangkapan gill net memiliki mutu yang cukup.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiharsono,S. 2001.
Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. PradnyaParamitha.
Jakarta
Dahuri, R. et al, 1996.
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pramadya
Paramita
Krisnafi, Yaser. 2011.
Jaring Insang (Gill net) Lobster.
Jakarta
Miranti,
Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Pelabuhan Ratu:
Kajian Teknis dan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pemilik. Skripsi [tidakdipublikasikan].
Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Sutikno Subehi. Analisis Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan Berbasis Code Of Conduct For Responsible Fisheries
(CCRF). Departemen Perikanan Tangkap, Universitas Diponeg
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.