Breaking News
Loading...
Kamis, 09 Juli 2020

PENDAHULUAN

 

Indonesia sebagai sebuah wilayah negara yang dikenal sebagai sebuah wilayah kepulauan yang memiliki sumber daya hayati yang sangat potensial yaitu salah satunya dari hayati laut yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia, berupa sumber daya perikanan dan segala kehidupan terdapat di dalamnya adalah salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat besar dapat diperoleh baik dari manfaat langsung (pariwisata bahari) maupun manfaat tak langsung serta keanekaragaman lainnya. Kontribusi terbesar sektor perikanan tersebut yaitu berasal dari daerah pesisir dimana Indonesia memiliki wilayah pesisir yang sangat luas. Dengan potensi lestari sumberdaya perikanan laut sebesar 6,7 juta ton per tahun dan yang telah dimanfaatkan 48%. Namun demikian dibeberapa kawasan terutama Indonesia barat telah mengalami tangkap lebih (over fishing) (Dahuri, et al, 1996). Melihat dari potensi sektor perikanan yang ada, maka sektor perikanan pantas untuk dikembangkan lebih lanjut dimana pengembangan sektor perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti teknologi,

Kota Tegal merupakan wilayah yang memiliki potensi perikanan yang besar, dengan letaknya yang terletak di daerah pantura Jawa disertai dengan karakteristik masyarakatnya yang bergantung pada potensi perikanan tersebut. Dua wilayah tersebut termasuk dalam wilayah homogen sebagai wilayah homogen pesisir yang merupakan wilayah yang memproduksi ikan namun bisa juga dikatakan penduduknya tergolong di bawah garis kemiskinan (Budiharsono, 2001). Melihat dari potensi yang melimpah dan posisinya yang strategis mendukung wilayah itu dalam pengembangan wilayah khususnya di sektor perikanan. Beberapa nelayan Tegal menggunakan alat tangkap (Gill net) sebagai sumber pecahariannya dikarenakan termasuk dalam kategori alat tangkap yang ramah lingkungan.

Gill net sering diartikan dengan jaring insang atau jaring rahang. Gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gilled terjerat pada sekitar operculum nya pada mata jaring. Sedangkan gill net dasar atau bottom gill net adalah jaring insang, jaring rahang yang cara operasinya ataupun kedudukan jaring pada fishing ground direntangkan pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan adalah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal, dengan bahan jaring terbuat dari multi fibre. Nelayan Tegal pada umumnya menggunakan alat tangkap Gill net untuk melakukan pengoperasianya. Pemilihan Alat tangkap Gill net dikarenakan alat tangkap yang selektifitasnya tinggi, sehingga sangat bagus untuk keberlanjutan perairan kedepannya

 

PEMBAHASAN

 

            Menurut Krisnafi (2011), sebelum mengoperasikan alat penangkapan, peralatan harus dipersiapkan secara cermat sebelum operasi penangkapan dimulai, adapun persiapan tersebut yaitu: jaring disusun di atas geladak (dek) dengan memisahkan antara pelampung dan pemberat; pada ujung depan jaring dipasang tali selambar dan dihubungkan dengan pelampung tanda. Biasanya pelampung ini ukurannya relatif lebih besar kadang kala diberi bendera.

            Menurut Miranti (2007), secara umum metode pengoperasian alat tangkap gill net terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1.      Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, pembekalan, es dan tempat untuk menyiapkan hasil tangkapan.

2.      Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi perairan seperti benyaknya gelembung-gelembung udara di permukaan perairan, warna perairan, serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengidikasikan adanya schooling ikan.

3.      Pengoperasian alat tangkap yang tediri atas pemasang jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling).

4.      Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat.

 Secara umum pengoperasian gillnet dilakukan secara pasif, tetapi ada juga yang dilakukan secara semi aktif pada siang hari. Pengoperasian gillnet secara pasif umumnya dilakukan pada malam hari, dengan atau tanpa alat bantu cahaya. Kemudian gillnet dipasang di perairan yang diperkirakan akan dilewati ikan atau hewan lainnya dan dibiarkan beberapa lama sampai ikan menabrak dan terjerat memasuki mata jaring. Lama waktu pemasangan gillnet disesuaikan dengan target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang mengoperasikan.

Metode pengoperasian alat tangkap gillnet pada umunya terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1.      Persiapan Alat

          Sebelum operasi dimulai semua peralatan dan perbekalan harus dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah menurunkannya dan tidak kusut. Penyusunan gillnet diatas kapal penangkapan ikan disesuaikan dengan susunan peralatan di atas kapal atau tipe kapal yang dipergunakan. Sehingga dengan demikian gillnet dapat disusun di atas kapal.

2.      Waktu Penangkapan

          Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gillnet umumnya dilakukan pada waktu malam hari terutama pada saat gelap bulan. Dalam satu malam bila bulan gelap penuh operasi penangkapan atau penurunan alat dapat dilakukan sampai dua kali karena dalam sekali penurunan alat, gillnet didiamkan terpasang dalam perairan sampai kira-kira selam 3-5 jam.

3.      Daerah Penangkapan (Fishing Ground)

Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal dapat dilayarkan menuju ke daerah penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang baik untuk penangkapan ikan dengan menggunakan gillnet adalah :

-          bukan daerah alur pelayaran umum

-          arus arahnya beraturan dan paling kuat sekitar 4 knots

-          dasar perairan tidak berkarang

4.      Penurunan Alat

          Bila kapal telah sampai di daerah penangkapan, maka persiapan alat dimulai yaitu:

-          posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari tempat penurunan alat.

-          setelah kedudukan/ posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar, pelampung tanda ujung jaring atau lampu, kemudian tali slambar depan, lalu jaring, tali slambar pada ujung akhir jaring atau tali slambar belakang, dan terakhir pelampung tanda.

-          pada saat penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus laut. Karena kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 450-900.

5.      Penaikan Alat dan Pengambilan Ikan

          Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat diangkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk diambil ikannya. Bila hasil penangkapan baik, jaring dapat didiamkan selama kira-kira 3 jam sedangkan bila hasil penangkapan sangat kurang jaring dapat lebih lama didiamkan di dalam perairan yaitu sekitar 5 jam. Bila lebih lama dari 5 jam akan mengakibatkan ikan-ikan yang tertangkap sudah mulai membusuk atau kadang-kadang dimakan oleh ikan lain yang lebih besar.

            Urutan pengangkatan alat ini adalah merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat yaitu dimulai dari pelampung tanda, tali selambar belakang, baru jaring, tali selambar muka dan terakhir pelampung tanda. Apabila ada ikan yang tertangkap, lepaskan ikan tersebut dari jaring dengan hati-hati agar ikan tidak sampai terluka. Untuk hal tersebut bila perlu dengan cara memotong satu atau dua kaki (bar) pada mata jaring agar ikan dilepas tidak sampai luka/ rusak. Ikan-ikan yang sudah terlepas dari jaring segera dicuci dengan air laut yang bersih dan langsung dapat disimpan ke dalam kapal, dengan dicampur pecahan es atau garam secukupnya agar ikan tidak lekas membusuk

Code of Conduct for Responsible Fisheries merupakan asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang bertanggung jawab. Demi mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan (sustainable capture fisheries) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan yang bertanggung jawab (FAO Code of conduct for Responsible Fisheries/CCRF) maka

eksploitasi sumberdaya hayati laut harus dapat dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible fisheries). Di Indonesia sendiri sembilan kriteria yang dibuat oleh Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2006 adalah sebagai beriku:

a. Memiliki selektivitas tinggi;

b. Tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lain;

c. Menghasilkan ikan berkualitas tinggi;

d. Tidak membahayakan nelayan;

e. Produk aman bagi konsumen;

f. By-catch rendah;

g. Dampak terhadap biodiversitas rendah;

h. Tidak menangkap atau membahayakan ikan yang dilindungi; dan

i. Dapat diterima secara sosial.

Alat tangkap gill net di Tegal merupakan salah satu alat tangkap yang ramah lingkungan dikarenakan memiliki selektivitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan alat tangkap gill net menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif sama. Kemampuan seleksi dari alat tangkap gill net terletak pada ukuran mata jaring (mesh size) dan juga hanging ratio. Ukuran mata jaring dan hanging ratio memungkinkan ikan yang tertangkap harus memiliki ukuran yang sesuai mesh size gill net dan dengan bentuk tubuh yang sesuai pula dengan bukaan mata jaring (hanging ratio) gill net. Sehingga ikan yang memiliki ukuran terlalu kecil dari mesh size dan dengan bentuk tubuh berbeda dari bentuk bukaan mata jaring sangat kecil kemungkinannya untuk tertangkap.

Alat tangkap gill net merupakan alat tangkap yang tidak merusak habitat, tempat tinggal dan tempat berkembangbiak ikan atau organisme. Hal ini dikarenakan alat tangkap gill net dioperasikan pada kolom perairan atas atau permukaan (surface) sehingga memiliki kemungkinan yang kecil untuk merusak karang maupung padang lamun.

Alat tangkap gill net saat pengoperasiannya tidak membahayakan nelayan. Pengoperasian gill net dilakukan dengan meletakan alat tangkap kedalam perairan dengan kapal berjalan. Ukuran alat tangkap yang kecil serta bobot alat tangkap yang tidak terlalu berat menjadikan pengoperasian gill net lebih mudah dibanding alat tangkap lain seperti dogol dan arad, sehingga tidak ada kemungkinan untuk melukai nelayan.

Ikan hasil tangkapan gill net memiliki mutu yang cukup. Hal ini dikarenakan proses pengoperasian (immersing) yang cukup lama yaitu 1-2 jam memungkinkan ikan yang sudah tertangkap akan mati. Produk ikan tangkapan gill net tidak membahayakan konsumen. Ikan hasil tangkapan gill net umunya sudah mati segar dengan cacat fisik. Namun, hal tersebut tidak menjadikan ikan hasil tangkapan berbahaya bagi konsumen. Secara umum ikan hasil tangkapan gill net selalu dalam kondisi mati segar namun, memiliki cacat fisik. Hasil tangkapan gill net didominasi oleh ikan mati segar. Hal ini disebabkan oleh konstruksi alat tangkap yang dapat melukai atau tidak melukai dan lama pengoperasian alat tangkap.

KESIMPULAN

 

1.      Metode pengoperasian alat tangkap gill net terdiri atas, persiapan yang dilakukan nelayan. pencarian daerah penangkapan ikan. pengoperasian alat tangkap tediri atas pemasang jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling). Tahap penanganan hasil tangkapan

2.      Alat tangkap gill net merupakan alat tangkap karena masuk kategori memiliki selektivitas tinggi, tidak merusak habitat, tempat tinggal dan berkembang biak ikan dan organisme lain, Tidak membahayakan nelayan, Produk aman bagi konsumen, By-catch rendah, dampak terhadap biodiversitas rendah, tidak menangkap atau membahayakan ikan yang dilindungi, dapat diterima secara sosial, ikan hasil tangkapan gill net memiliki mutu yang cukup.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Budiharsono,S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. PradnyaParamitha. Jakarta

Dahuri, R. et al, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pramadya Paramita

Krisnafi, Yaser. 2011. Jaring Insang (Gill net) Lobster. Jakarta

Miranti, Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Pelabuhan Ratu: Kajian Teknis dan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pemilik. Skripsi [tidakdipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Sutikno Subehi. Analisis Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan Berbasis Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF). Departemen Perikanan Tangkap, Universitas Diponeg

 


0 komentar:

Posting Komentar