Perjalanan Ustadz Hanan Attaki penuh dengan liku-liku. Sebelum banyak dikenal seperti sekarang, alumni Al Azhar itu mengalami jatuh bangun dalam bisnis.
Lulus dari Al Azhar, Ustadz Hanan Attaki keliling pesantren di Bandung untuk melamar menjadi guru. “Semua menolak...” tuturnya mengenang peristiwa itu. Mayoritas alasannya karena sedang tidak butuh guru. Bahkan jumlah guru lebih banyak daripada jumlah muridnya.
Satu bulan keliling tidak ada yang menerima menjadi guru atau dosen, maka Ustadz Hanan Attaki menterjemahkan buku berbahasa Arab. Begitu selesai, ia tawarkan ke penerbit. Ternyata ditolak. “Wah, kamu tidak survei dulu, itu sudah diterjemahkan penerbit lain.”
Ustadz Hanan Attaki tidak putus asa. Jika terjemahan tidak laku, ia pun menulis buku sendiri. “Tadabbur Al Qur’an” demikian judulnya. Sampai thypus menulis buku itu. Namun begitu selesai, nggak ada juga penerbit yang mau menerima. Ada penerbit yang mau membeli tanpa royalti namun dengan beli putus. Hanya Rp 700 ribu.
Akhirnya Ustadz Hanan Attaki menerbitkan buku sendiri. Ia membuat penerbit, mengajukan ISBN dan cover bukunya sangat sederhana karena dibuat dengan Powerpoint yang di-save as jadi image.
Dengan meminjam uang ke teman, ia cetak 3000 eksemplar. Sebagian buku dititipkan ke teman-teman alumni Al Azhar di berbagai kota, namun sebagiannya tidak balik karena mereka juga menitipkan itu pada temannya dan tidak balik.
Lantas Ustadz Hanan Attaki menjual sendiri buku itu melalui pameran. Ia bersyukur, sehari bisa laku 300 hingga 400 eksemplar. Ia angkut sendiri buku itu ke stand. Ia jaga sendiri dan ia jual sendiri.
Selain melalui pameran, ia kemudian mengadakan even. Bikin taklim, sekaligus menjual buku-bukunya.
Dari usaha penerbit buku, Ustadz Hanan Attaki naik ke bisnis pulsa. Ia sampai punya 60 cabang pulsa di Bandung. Namun setelah sekian bulan jalan, banyak cabang yang tidak bayar. Sekitar separuh. Meskipun demikian, Ustadz Hanan Attaki berusaha tidak menutup cabangnya meskipun rugi.
“Alhamdulillah dari memudahkan orang, akhirnya Allah memberikan banyak kemudahan pada bisnis yang lain.”
Bisnis berikutnya yang dijalankan Ustadz Hanan Attaki adalah jualan mobil bekas. Ia beli mobil bekas lalu diperbaiki dan dijual kembali.
Salah satu kemudahan yang dirasakan oleh Ustadz Hanan Attaki adalah mendapatkan rumah pertama di Cihanjuang. Saat itu ia ingin memiliki rumah sendiri type 36 yang ada garasi atau car port-nya. Keliling mencari tidak menemukan.
Tahun 2009 kejadiannya. Type 36 harga pasarannya sekitar Rp 300 juta. Pas di Cihanjuang, terdengar adzan Ashar. Bersama istrinya, ia pun menunaikan shalat Ashar berjamaah di masjid di situ.
Setelah shalat, seseorang menyapa. Rupanya jamaah pengajian. Ia menanyakan keperluan Ustadz Hanan. Setelah Ustadz Hanan mengatakan bahwa sedang mencari rumah, jamaah pengajian itu menyambut gembira.
“Kebetulan Ustadz. Allah yang mempertemukan kita. Kebetulan saya punya rumah mau dijual. Ada kolam renangnya.”
Karena merasa bukan type rumah yang dicarinya, Ustadz Hanan Attaki tidak langsung menerima. Ia mencari dulu keliling namun tidak menemukannya juga.
Esoknya, karena dipaksa untuk melihat, akhirnya ia datang ke rumah itu. Besar. 300 meter persegi. Kamarnya ada 8. Garasi muat tiga mobil.
“Ini ditawar orang 700 juta tidak saya berikan Ustadz. Tapi untuk Ustadz terserah Ustadz deh”
“Terserah bagaimana?”
“Ustadz punya uang berapa?”
“Anggaran saya Cuma 300 juta”
“Nggak apa-apa Ustadz, 300 juta saja.”
“Tapi saya hanya punya cash 20 juta. Selebihnya masih mau mencari pinjaman ke Bank Syariah”
“Nggak apa-apa Ustadz. 20 juta dulu. Sisanya hutang ke saya saja. Terserah sampai kapan nyicilnya. Semampu Ustadz.”
Alhamdulillah, dalam waktu dua tahun, rumah itu lunas. Hanya dengan 300 juta. [Ibnu K/Tarbiyah.net]
Perjalanan Hidup Bonus Rumah 700 jt
Info Post
0 komentar:
Posting Komentar